PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak-anak didik merupakan aset mutiara yang sangat berarti
dan sangat penting untuk selalu di jaga. Melalui anak-anak didik inilah kita
memberikan tongkat estafet kehidupan di masa yang akan datang. Akan tetapi
perlu kita mengerti, bahwa ketika anak-anak sebagai calon generasi penerus
tidak lagi mengenal diri, ketika mereka tidak lagi tahu jalan menuju sebuah
gerbang masa depan, maka ketika itu pula sebuah krisis akan dan tengah terjadi.
Mungkin dari sini akan muncul sebuah pertanyaan yang sangat
penting untuk kita pelajari dan segera kita jawab kalau kita ingin mencetak
generasi-generasi muda yang berkualitas. Dengan terbentuknya generasi-generasi
muda yang berkualitas dan berkarakter. Kita berharap apa yang kita investasikan
kepada anak-anak didik agar mereka bisa menjadi harapan bangsa. Tidak lah salah
kalau kemudian dikatakan, kita harus menyentuh nuraninya sejak dini, kita
bimbing mereka agar tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia dan berkualitas.
Hal ini bisa dilakukan dengan pendidikan sepanjang hayat, dimulai semenjak
lahir-bahkan sebelum lahir-sampai akhir usia.
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha orang dewasa dalam
pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin jasmani dan
rohani kearah kedewasaan. Atau bisa diartikan,
pendidikan merupakan sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru
atau orang tua) kepada anak-anak didik agar menjadi dewasa dalam segala hal.
Misalnya, guru memberikan bimbingan kepada anak-anak didiknya untuk aktif
mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spiritual, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, dan budi pekerti mulia, serta
keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dari pengertian pendidikan yang tersebut di atas, bisa
memberikan pemahaman terhadap kita, bahwa pendidikan itu merupakan sebuah media
transfer ilmu yang bisa memberikan warna tertentu bagi objeknya (anak
didik). Jadi sangat lah vital sebagai seorang pendidik dalam perannya membentuk
dan memberi warna karakter anak didiknya.
Oleh sebab itu, untuk merealisasikan pembentukan karakter
yang baik untuk anak-anak didik. Maka, tugas sebagai seorang Guru Agama Islam
dituntut bukan hanya bertanggung jawab memberikan materi kepada para peserta
didiknya saja dan kemudian selesai. Akan tetapi, sebagai seorang guru harus bisa
memberikan tauladan yang baik untuk ditiru dan di pahami oleh peserta didiknya.
Tauladan guru pendidikan agama Islam, tidak hanya bisa tercermin disaat guru
mengajarkan materi di kelas saja. Akan tetapi seorang guru harus bisa
memberikan contoh yang baik di dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai, guru
pendidikan agama Islam hanya selalu memberikan nasehat yang baik tentang agama,
akan tetapi guru tersebut tidak bisa memberikan tauladan yang baik dalam
kehidupan sehari-hari. Sebab, sesungguhnya peserta didik itu akan bisa berubah
menjadi yang lebih baik karena meraka melihat contoh yang baik. Maka, disinilah
peran penting seorang guru pendidikan agama Islam dalam upaya membentuk
karakter anak-anak didiknya.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan berasal dari kata “didik” yang berarti melatih
atau mengajar. Sedangkan menurut istilah, pendidikan adalah usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan
kebudayaan. Agama berasal dari bahasa sansekerta
yang berarti tidak kacau atau teratur. Agama dapat membebaskan manusia dan
kekacauan yang dihadapi dalam hidupnya bahkan menjelang matinya. Menurut
terminologi agama adalah suatu tata kaidah yang mengatur hubungan manusia
dengan yang Agung.
Islam berasal dari bahasa Arab berarti selamat, sentosa. Sedangkan secara umum adalah agama yang
disyari’atkan oleh Allah dengan perantaraan para Nabi dan Rasul-Nya, yang
mengandung perintah-perintah, larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk
kebahagiaan manusia di dunia dan diakhirat.
Menurut ahli pendidikan Islam, mereka berpendapat bahwa
pendidikan agama Islam adalah sebagai proses penyampaian informasi dalam rangka
pembentukan insan yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukannya,
tugas dan fungsinya di dunia dengan selalu memelihara hubungannya dengan Allah,
dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta tanggung jawab kepada
Tuhan Yang Maha Esa (termasuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah ilmu yang membahas pokok-pokok keimanan
kepada Allah, cara beribadah kepada-Nya, dan mengatur hubungan baik sesama
manusia, serta makhluk lainnya berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
B.
Kualitas Pendidikan Agama Islam Di Sekolah
Ada beberapa penelitian tentang problematika PAI (Pendidikan Agama Islam)
di sekolah selama ini, salah satu hasilnya adalah masih lemahnya kualitas
pendidik atau guru agama Islam disekolah. Guru-guru PAI belum mampu
menghadirkan mata pelajaran agama Islam disekolah sebagai mata pelajaran yang
menarik. Inilah yang kemudian menjadikan siswa disekolah cenderung tidak senang
dan merasa jenuh dengan mata pelajaran PAI. Mereka lebih senang dengan mata
pelajaran lain yang dianggapnya lebih menarik untuk dipelajari dan dipahami.
PAI di sekolah menjadi mata pelajaran yang menjenuhkan. "seharusnya Guru PAI
bisa meyakinkan siswa bahwa PAI itu bukan hanya wajib untuk dipelajari akan
tetapi menjadi kebutuhannya sebagai umat Islam dan juga bisa menyajikannya
dengan menarik" papar Amin Haedari, Direktur Pendidikan Agama Islam Ditjen
Pendis Kemenag, dalam acara Workshop Pengembangan Kompetensi Guru PAI.
Dengan masih lemahnya kualitas guru agama Islam yang kemudian membuat siswa
jenuh bahkan cenderung "acuh" dengan mata pelajaran PAI disekolah,
maka diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan kepada para guru PAI agar mampu
menyajikan PAI di sekolah dengan menarik. Selain itu guru PAI juga harus paham
bahwa tugas mereka adalah tugas yang sangat mulia sehingga mau bekerja keras
untuk mencerdaskan pikiran, hati dan jiwa generasi bangsa yang nantinya
menghasilkan manusia-manusia yang mau menjalankan nilai-nilai agama Islam dan
berakhlak mulia sesuai dengan fungsi utama pendidikan agama di sekolah yakni
memberikan landasan yang mampu menggugah kesadaran dan mendorong peserta didik
melakukan perbuatan yang mendukung pembentukan pribadi beragama yang kuat.
Dari permasalahan di atas, maka dapat diberikan beberapa solusi dari
pihak-pihak terkait agar PAI di sekolah dapat menjadi pelajaran yang menarik
minat para siswa untuk mempelajarinya. 1) Guru agama harus mampu berkomunikasi
kepada guru mata pelajaran lain agar dapat bersama-sama menanamkan nilai-nilai
agama Islam kepada siswa. 2) kepala
sekolah. Guru agama harus bisa meyakinkan kepala sekolah akan pentingnya PAI
dalam pembentukan karakter anak. 3) masalah siswa. Guru agama Islam harus mampu
meyakinkan kepada siswa bahwa PAI adalah mata pelajaran yang penting dan juga
mampu penyampaian PAI dengan cara yang menarik dalam proses belajar
mengajaranya. Dan, 4) masalah orang tua murid. Guru harus mampu berkomunikasi
dan juga menjalin kerjasama dengan orang tua murid dalam menanamkan nilai-nilai
agama Islam.
Guru agama Islam diharapkan mampu menyelesaikan persoalan tersebut dan juga
dibutuhkan kreatifitas seorang guru. Tanpa itu, menurut Amin, guru PAI tidak
akan mampu menjawab persoalan yang dihadapinya. Kreatifitas Guru PAI menjadi
sebuah keniscayaan " Guru PAI yang kreatif ketika mendapatkan hambatan
akan mencari solusi sebaik mungkin, seperti air yang mencari celah"
imbuhnya Guru yang kreatif adalah mereka yang selalu berpikir dan membuat yang
berbeda dari hari-kehari. Ia selalu berproses (becoming atau menjadi) untuk
sampai pada kesempurnaan. "Maka guru yang kreatif adalah anti
kemapanan" katanya Sejalan dengan Amin, Nifasri Muh Nir, PAI diharapkan
menjadi benteng bagi anak di sekolah. Ia ada dan (diangap) sangat penting
posisinya dalam upaya pembentukan generasi yang shaleh namun kenyataannya masih
kurang perhatian kepadanya.
Kontradiksi PAI ini tidak dilihat secara objektif oleh masyarakat sehingga
ketika terjadi persoalan seperti meningkatnya tindak kekerasan yang melibatkan
pelajar, menurunnya rasa tanggungjawab anak-anak dan remaja, membuadayanya
nilai materialisme dikalangan pelajar semuanya (akibat) kegagalan pendidikaan
agama Islam disekolah.
Agar PAI di sekolah berjalan
dengan optimal perlu adanya pembentukan karakter pada anak. Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi
pekerti individu yang menjadi kepribadian khusus sebagai pendorong dan
penggerak serta membedakannya dengan yang lain.
Dalam upaya mendidik karakter anak, harus disesuaikan
menurut dunia anak tersebut. Yakni selalu selaras dengan tahap-tahap
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pembentukan karakter diklasifikasikan dalam
5 tahapan yang berurutan dan sesuai usia sebagai berikut.
1.
Tahap
pertama adalah membentuk adab, antara usia 5 sampai 6 tahun. Tahapan ini
meliputi jujur, mengenal antara yang benar dan yang salah, mengenal mana yang
baik dan yang buruk, serta mengenal mana yang diperintahkan.
2.
Tahap
kedua adalah melatih tanggung jawab diri, antara usia 7 sampai 8 tahun. Tahapan
ini meliputi perintah menjalankan kewajiban shalat, melatih melakukan hal yang
berkaitan dengan kebutuhan pribadi secara mandiri, serta dididik untuk selalu
tertib dan disiplin sebagaimana yang telah tercermin dalam pelaksanaan sholat
mereka.
3.
Tahap
ketiga adalah membentuk sikap kepedulian, antara usia 9 sampai 10 tahun.
Tahapan ini meliputi diajarkan untuk peduli terhadap orang lain terutama
teman-teman sebaya, dididik untuk menghargai dan menghormati hak orang lain,
mampu bekerjasama, serta mau membantu orang lain.
4.
Tahap
keempat adalah membentuk kemandirian, antara usia 11 sampai 12 tahun. Tahapan
ini melatih menerima resiko sebagai bentuk konsekuensi bila tidak mematuhi
perintah, dididik untuk membedakan yang baik dan yang buruk.
5.
Tahap
kelima adalah membentuk sikap bermasyarakat, pada usia 13 tahun ke atas.
Tahapan ini melatih kesiapan bergaul di masyarakat berbekal pada pengalaman
sebelumnya. Bila mampu dilaksanakan dengan baik, maka pada usia yang
selanjutnya hanya diperlukan penyempurnaan dan pengembangan secukupnya.
Pendidikan agama Islam sejak dini akan sangat efektif dalam
segi edukatifnya untuk mempengaruhi pembentukan karakter anak yang baik. Ini
karena di dalam sebuah ruang lingkup keluarga dibutuhkan keharmonisan dan
keseimbangan antar anggotanya. Peran pribadi seseorang yang lebih tua
diharapkan mampu memberikan pelajaran kepada yang lebih muda sesuai dengan
porsinya sehingga dapat membawa angin perubahan menuju sesuatu yang positif.
Dipandang dari segi keterkaitannya, pembentukan karakter
dasar seorang anak sejak dini tentu sangat erat hubungannya dengan apa yang
diajarkan dalam sisi edukatif pendidikan agama Islam. Telah begitu banyak bukti
dan realita yang benar-benar membuktikan secara nyata bahwasannya pembelajaran
pendidikan agama Islam berperan besar dan mayoritas mampu mengantarkan tiap
individu agamis menghadapi kesulitan dan problematika yang ada dengan sikap
arif dan bijaksana.
C. Pembentukan
Generasi Di Dalam Masyarakat
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk
menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan
pikiran, naluri, perasaan, keinginan dan sebagainya. Manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola
interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu
masyarakat.
Masyarakat bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan
individu semata, melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar
mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinya
sendiri. Masyarakat merupakan gejala (fenomena) sosial yang ada dalam kehidupan
ini diseluruh dunia. Oleh karena itu masyarakat oleh sosiologi dijadikan
sebagai objek kajian atau suatu hal yang dipelajari terus-menerus. Karena sifat
dari masyarakat itu sangat kompleks, banyak para ahli yang menjelaskan masyarakat
dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Menurut Mac Iver dan Page, masyarakat merupakan jalinan
hubungan sosial, dan selalu berubah. Koentjaraningrat mendefinisikan masyarakat
adalah kesatuan hidup mahluk-mahluk menusia yang terikat oleh suatu sistem adat
istiadat tertentu. Definisi mengenai masyarakat secara khusus dapat kita
rumuskan sebagai berikut: Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat
kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Ada beberapa ciri khas kehidupan masyarakat kolektif,
yaitu: (1) pembagian kerja yang tetap antara berbagai macam sub-kesatuan atau
golongan individu dalam kolektif untuk melaksanakan berbagai macam fungsi
hidup; (2) ketergantungan individu kepada individu lain dalam kolektif sebagai
akibat dari pembagian kerja; (3) kerjasama antar-individu yang disebabkan
karena sifat ketergantungan; (4) komunikasi antar individu yang diperlukan guna
melaksanakan kerjasama; (5) diskriminasi yang diadakan antara individu-individu
warga kolektif dan individu-individu dari luar.
Masyarakat sebagai kontrol sosial harus mampu memberikan
contoh dan pegangan bagi anak muda yang lemah dalam pengetahuan agama, sosial
dan sebagainya. Dan seandainya melihat orang lain melakukan kemungkaran maka
hendaknya ia menegurnya.
Didalam pendidikan, masyarakat harus ikut serta dalam
mencerdaskan generasi selanjutnya, baik melalui pendidikan di mushalla,
penyelenggaraan ceramah atau membangun lembaga sekolah masyarakat. Sekolah
masyarakat bisa didirikan berangkat dari asumsi bahwa masyarakat sebagai dasar
dari pendidikan dan masyarakat sebagai pendidik (educative agent). Sifat
sekolah masyarakat adalah: 1. Mengajarkan anak-anak untuk dapat
mengembangkan dan menggunakan sumeber-sumber dari keadaan setempat. 2. Sekolah
ini melayani keseluruhan masyarakat, tidak hanya anak-anak. Sehingga nantinya
sesuatu yang tidak ada di sekolah formal masyarakat mampu menjelaskannya.
Pendidikan Islam adalah pendidikan kemanusiaan yang berdiri di atas
persaudaraan seiman (tidak ada beda antara orang Arab atau orang ‘Ajam kecuali
karena taqwa). Pendidikan Islam adalah pendidikan universal yang diperuntukkan
kepada umat manusia seluruhnya.
Pendidikan Islam menginginkan adanya egalitereanisme baik dalam penyelenggaraannya, proses pembelajaran
ataupun didalam menerima peserta didik. Didalam pendidkan Islam semua peserta
didik sama kedudukannya kecuali taqwa disisi Allah. Masyarakat sebagai kelompok
sosial harus mampu menjadi kontrol penyelenggaraan pendidikan di lembaga
sekolah. Pendidikan menjadi identitas yang seakan tidak berdiri
sendiri. Ia senantiasa berkelindan dan berdialektika dengan dengan konteks
sosial masyarakat dan negara. Standar keberhasilan juga tidak akan pernah lepas
dari kontribusi kongkrit pendidikan terhadap proyek kebudayaan dan perhelatan
akbar sebuah peradaban.
Tidak heran apabila Ahmad Tafsir mengatakan bahwa sekolah
adalah miniatur masyarakat atau masyarakat dalam bentuk mini. Jika orang
ingin meneropong masyarakat teroponglah sekolahnya. Bila sekolah penuh
disiplin, maka masyarakatnya tak jauh beda, dan jika sekolah penuh dengan
penipuan, maka penipuan itu juga terjadi dalam masyarakat. Lembaga pendidikan
dalam kontek ini seakan menjadi cermin dari sebuah kehidupan masyarakat. Ketika
sekolah sudah acuh dengan orang miskin, kaum difabel, maka dapat disimpulkan
masyarakatnya pun lebih parah.
Akan tetapi pendidikan Islam menginginkan masyarakat
menjadi kontrol terhap penyelenggaraan pendidikan, apakah yang dipraktikkan di
sekolah masih sesuai dengan ajaran Islam, jiwa kemanusiaan, dan konsep Baldatun
Thayyibatun Warabbun Ghafur.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas PAI
di sekolah masih belum optimal dilaksanakan. Ini dikarenakan masih lemahnya
kualitas pendidik atau guru agama Islam disekolah. Guru-guru PAI belum mampu
menghadirkan mata pelajaran agama Islam disekolah sebagai mata pelajaran yang
menarik. Inilah yang kemudian menjadikan siswa disekolah cenderung tidak senang
dan merasa jenuh dengan mata pelajaran PAI. Mereka lebih senang dengan mata
pelajaran lain yang dianggapnya lebih menarik untuk dipelajari dan dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Idi,
Abdullah. 2011. Sosiologi Pendidikan
Individu, Masyarakat, Dan Pendidik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar