Sabtu, 28 Mei 2016

SOSIOLOGI PENDIDIKAN: KUALITAS PAI DI SEKOLAH DAN PEMBENTUKAN GENERASI DI DALAM MASYARAKAT



PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Anak-anak didik merupakan aset mutiara yang sangat berarti dan sangat penting untuk selalu di jaga. Melalui anak-anak didik inilah kita memberikan tongkat estafet kehidupan di masa yang akan datang. Akan tetapi perlu kita mengerti, bahwa ketika anak-anak sebagai calon generasi penerus tidak lagi mengenal diri, ketika mereka tidak lagi tahu jalan menuju sebuah gerbang masa depan, maka ketika itu pula sebuah krisis akan dan tengah terjadi.
Mungkin dari sini akan muncul sebuah pertanyaan yang sangat penting untuk kita pelajari dan segera kita jawab kalau kita ingin mencetak generasi-generasi muda yang berkualitas. Dengan terbentuknya generasi-generasi muda yang berkualitas dan berkarakter. Kita berharap apa yang kita investasikan kepada anak-anak didik agar mereka bisa menjadi harapan bangsa. Tidak lah salah kalau kemudian dikatakan, kita harus menyentuh nuraninya sejak dini, kita bimbing mereka agar tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia dan berkualitas. Hal ini bisa dilakukan dengan pendidikan sepanjang hayat, dimulai semenjak lahir-bahkan sebelum lahir-sampai akhir usia.
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin  jasmani  dan  rohani  kearah  kedewasaan.  Atau bisa diartikan,  pendidikan merupakan sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru atau orang tua) kepada anak-anak didik agar menjadi dewasa dalam segala hal. Misalnya, guru memberikan bimbingan kepada anak-anak didiknya untuk aktif mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, dan budi pekerti mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dari pengertian pendidikan yang tersebut di atas, bisa memberikan pemahaman terhadap kita, bahwa pendidikan itu merupakan sebuah media transfer ilmu yang  bisa memberikan warna tertentu bagi objeknya (anak didik). Jadi sangat lah vital sebagai seorang pendidik dalam perannya membentuk dan memberi warna karakter anak didiknya.
Oleh sebab itu, untuk merealisasikan pembentukan karakter yang baik untuk anak-anak didik. Maka, tugas sebagai seorang Guru Agama Islam dituntut bukan hanya bertanggung jawab memberikan materi kepada para peserta didiknya saja dan kemudian selesai. Akan tetapi, sebagai seorang guru harus bisa memberikan tauladan yang baik untuk ditiru dan di pahami oleh peserta didiknya. Tauladan guru pendidikan agama Islam, tidak hanya bisa tercermin disaat guru mengajarkan materi di kelas saja. Akan tetapi seorang guru harus bisa memberikan contoh yang baik di dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai, guru pendidikan agama Islam hanya selalu memberikan nasehat yang baik tentang agama, akan tetapi guru tersebut tidak bisa memberikan tauladan yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, sesungguhnya peserta didik itu akan bisa berubah menjadi yang lebih baik karena meraka melihat contoh yang baik. Maka, disinilah peran penting seorang guru pendidikan agama Islam dalam upaya membentuk karakter anak-anak didiknya.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan berasal dari kata “didik” yang berarti melatih atau mengajar. Sedangkan menurut istilah, pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Agama berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tidak kacau atau teratur. Agama dapat membebaskan manusia dan kekacauan yang dihadapi dalam hidupnya bahkan menjelang matinya. Menurut terminologi agama adalah suatu tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan yang Agung.
Islam berasal dari bahasa Arab berarti selamat, sentosa. Sedangkan secara umum adalah agama yang disyari’atkan oleh Allah dengan perantaraan para Nabi dan Rasul-Nya, yang mengandung perintah-perintah, larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan diakhirat.
Menurut ahli pendidikan Islam, mereka berpendapat bahwa pendidikan agama Islam adalah sebagai proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukannya, tugas dan fungsinya di dunia dengan selalu memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa (termasuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah ilmu yang membahas pokok-pokok keimanan kepada Allah, cara beribadah kepada-Nya, dan mengatur hubungan baik sesama manusia, serta makhluk lainnya berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

B.     Kualitas Pendidikan Agama Islam Di Sekolah
Ada beberapa penelitian tentang problematika PAI (Pendidikan Agama Islam) di sekolah selama ini, salah satu hasilnya adalah masih lemahnya kualitas pendidik atau guru agama Islam disekolah. Guru-guru PAI belum mampu menghadirkan mata pelajaran agama Islam disekolah sebagai mata pelajaran yang menarik. Inilah yang kemudian menjadikan siswa disekolah cenderung tidak senang dan merasa jenuh dengan mata pelajaran PAI. Mereka lebih senang dengan mata pelajaran lain yang dianggapnya lebih menarik untuk dipelajari dan dipahami. PAI di sekolah menjadi mata pelajaran yang menjenuhkan. "seharusnya Guru PAI bisa meyakinkan siswa bahwa PAI itu bukan hanya wajib untuk dipelajari akan tetapi menjadi kebutuhannya sebagai umat Islam dan juga bisa menyajikannya dengan menarik" papar Amin Haedari, Direktur Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendis Kemenag, dalam acara Workshop Pengembangan Kompetensi Guru PAI.
Dengan masih lemahnya kualitas guru agama Islam yang kemudian membuat siswa jenuh bahkan cenderung "acuh" dengan mata pelajaran PAI disekolah, maka diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan kepada para guru PAI agar mampu menyajikan PAI di sekolah dengan menarik. Selain itu guru PAI juga harus paham bahwa tugas mereka adalah tugas yang sangat mulia sehingga mau bekerja keras untuk mencerdaskan pikiran, hati dan jiwa generasi bangsa yang nantinya menghasilkan manusia-manusia yang mau menjalankan nilai-nilai agama Islam dan berakhlak mulia sesuai dengan fungsi utama pendidikan agama di sekolah yakni memberikan landasan yang mampu menggugah kesadaran dan mendorong peserta didik melakukan perbuatan yang mendukung pembentukan pribadi beragama yang kuat.
Dari permasalahan di atas, maka dapat diberikan beberapa solusi dari pihak-pihak terkait agar PAI di sekolah dapat menjadi pelajaran yang menarik minat para siswa untuk mempelajarinya. 1) Guru agama harus mampu berkomunikasi kepada guru mata pelajaran lain agar dapat bersama-sama menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada siswa. 2)  kepala sekolah. Guru agama harus bisa meyakinkan kepala sekolah akan pentingnya PAI dalam pembentukan karakter anak. 3)  masalah siswa. Guru agama Islam harus mampu meyakinkan kepada siswa bahwa PAI adalah mata pelajaran yang penting dan juga mampu penyampaian PAI dengan cara yang menarik dalam proses belajar mengajaranya. Dan, 4) masalah orang tua murid. Guru harus mampu berkomunikasi dan juga menjalin kerjasama dengan orang tua murid dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam.
Guru agama Islam diharapkan mampu menyelesaikan persoalan tersebut dan juga dibutuhkan kreatifitas seorang guru. Tanpa itu, menurut Amin, guru PAI tidak akan mampu menjawab persoalan yang dihadapinya. Kreatifitas Guru PAI menjadi sebuah keniscayaan " Guru PAI yang kreatif ketika mendapatkan hambatan akan mencari solusi sebaik mungkin, seperti air yang mencari celah" imbuhnya Guru yang kreatif adalah mereka yang selalu berpikir dan membuat yang berbeda dari hari-kehari. Ia selalu berproses (becoming atau menjadi) untuk sampai pada kesempurnaan. "Maka guru yang kreatif adalah anti kemapanan" katanya Sejalan dengan Amin, Nifasri Muh Nir, PAI diharapkan menjadi benteng bagi anak di sekolah. Ia ada dan (diangap) sangat penting posisinya dalam upaya pembentukan generasi yang shaleh namun kenyataannya masih kurang perhatian kepadanya.
Kontradiksi PAI ini tidak dilihat secara objektif oleh masyarakat sehingga ketika terjadi persoalan seperti meningkatnya tindak kekerasan yang melibatkan pelajar, menurunnya rasa tanggungjawab anak-anak dan remaja, membuadayanya nilai materialisme dikalangan pelajar semuanya (akibat) kegagalan pendidikaan agama Islam disekolah.
Agar PAI di sekolah berjalan dengan optimal perlu adanya pembentukan karakter pada anak. Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang menjadi kepribadian khusus sebagai pendorong dan penggerak serta membedakannya dengan yang lain.
Dalam upaya mendidik karakter anak, harus disesuaikan menurut dunia anak tersebut. Yakni selalu selaras dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Pembentukan karakter diklasifikasikan dalam 5 tahapan yang berurutan dan sesuai usia sebagai berikut.
1.      Tahap pertama adalah membentuk adab, antara usia 5 sampai 6 tahun. Tahapan ini meliputi jujur, mengenal antara yang benar dan yang salah, mengenal mana yang baik dan yang buruk, serta mengenal mana yang diperintahkan.
2.      Tahap kedua adalah melatih tanggung jawab diri, antara usia 7 sampai 8 tahun. Tahapan ini meliputi perintah menjalankan kewajiban shalat, melatih melakukan hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi secara mandiri, serta dididik untuk selalu tertib dan disiplin sebagaimana yang telah tercermin dalam pelaksanaan sholat mereka.
3.      Tahap ketiga adalah membentuk sikap kepedulian, antara usia 9 sampai 10 tahun. Tahapan ini meliputi diajarkan untuk peduli terhadap orang lain terutama teman-teman sebaya, dididik untuk menghargai dan menghormati hak orang lain, mampu bekerjasama, serta mau membantu orang lain.
4.      Tahap keempat adalah membentuk kemandirian, antara usia 11 sampai 12 tahun. Tahapan ini melatih menerima resiko sebagai bentuk konsekuensi bila tidak mematuhi perintah, dididik untuk membedakan yang baik dan yang buruk.
5.      Tahap kelima adalah membentuk sikap bermasyarakat, pada usia 13 tahun ke atas. Tahapan ini melatih kesiapan bergaul di masyarakat berbekal pada pengalaman sebelumnya. Bila mampu dilaksanakan dengan baik, maka pada usia yang selanjutnya hanya diperlukan penyempurnaan dan pengembangan secukupnya.
Pendidikan agama Islam sejak dini akan sangat efektif dalam segi edukatifnya untuk mempengaruhi pembentukan karakter anak yang baik. Ini karena di dalam sebuah ruang lingkup keluarga dibutuhkan keharmonisan dan keseimbangan antar anggotanya. Peran pribadi seseorang yang lebih tua diharapkan mampu memberikan pelajaran kepada yang lebih muda sesuai dengan porsinya sehingga dapat membawa angin perubahan menuju sesuatu yang positif.
Dipandang dari segi keterkaitannya, pembentukan karakter dasar seorang anak sejak dini tentu sangat erat hubungannya dengan apa yang diajarkan dalam sisi edukatif pendidikan agama Islam. Telah begitu banyak bukti dan realita yang benar-benar membuktikan secara nyata bahwasannya pembelajaran pendidikan agama Islam berperan besar dan mayoritas mampu mengantarkan tiap individu agamis menghadapi kesulitan dan problematika yang ada dengan sikap arif dan bijaksana.

C.    Pembentukan Generasi Di Dalam Masyarakat
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dan sebagainya. Manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat.
Masyarakat bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata, melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinya sendiri. Masyarakat merupakan gejala (fenomena) sosial yang ada dalam kehidupan ini diseluruh dunia. Oleh karena itu masyarakat oleh sosiologi dijadikan sebagai objek kajian atau suatu hal yang dipelajari terus-menerus. Karena sifat dari masyarakat itu sangat kompleks, banyak para ahli yang menjelaskan masyarakat dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Menurut Mac Iver dan Page, masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial, dan selalu berubah. Koentjaraningrat mendefinisikan masyarakat adalah kesatuan hidup mahluk-mahluk menusia yang terikat oleh suatu sistem adat istiadat tertentu. Definisi mengenai masyarakat secara khusus dapat kita rumuskan sebagai berikut: Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Ada beberapa ciri khas kehidupan masyarakat kolektif, yaitu: (1) pembagian kerja yang tetap antara berbagai macam sub-kesatuan atau golongan individu dalam kolektif untuk melaksanakan berbagai macam fungsi hidup; (2) ketergantungan individu kepada individu lain dalam kolektif sebagai akibat dari pembagian kerja; (3) kerjasama antar-individu yang disebabkan karena sifat ketergantungan; (4) komunikasi antar individu yang diperlukan guna melaksanakan kerjasama; (5) diskriminasi yang diadakan antara individu-individu warga kolektif dan individu-individu dari luar.
Masyarakat sebagai kontrol sosial harus mampu memberikan contoh dan pegangan bagi anak muda yang lemah dalam pengetahuan agama, sosial dan sebagainya. Dan seandainya melihat orang lain melakukan kemungkaran maka hendaknya ia menegurnya.
Didalam pendidikan, masyarakat harus ikut serta dalam mencerdaskan generasi selanjutnya, baik melalui pendidikan di mushalla, penyelenggaraan ceramah atau membangun lembaga sekolah masyarakat. Sekolah masyarakat bisa didirikan berangkat dari asumsi bahwa masyarakat sebagai dasar dari pendidikan dan masyarakat sebagai pendidik (educative agent). Sifat sekolah masyarakat adalah: 1. Mengajarkan anak-anak untuk dapat mengembangkan dan menggunakan sumeber-sumber dari keadaan setempat. 2. Sekolah ini melayani keseluruhan masyarakat, tidak hanya anak-anak. Sehingga nantinya sesuatu yang tidak ada di sekolah formal masyarakat mampu menjelaskannya.
Pendidikan Islam adalah pendidikan kemanusiaan yang berdiri di atas persaudaraan seiman (tidak ada beda antara orang Arab atau orang ‘Ajam kecuali karena taqwa). Pendidikan Islam adalah pendidikan universal yang diperuntukkan kepada umat manusia seluruhnya.
Pendidikan Islam menginginkan adanya egalitereanisme baik dalam penyelenggaraannya, proses pembelajaran ataupun didalam menerima peserta didik. Didalam pendidkan Islam semua peserta didik sama kedudukannya kecuali taqwa disisi Allah. Masyarakat sebagai kelompok sosial harus mampu menjadi kontrol penyelenggaraan pendidikan di lembaga sekolah. Pendidikan menjadi identitas yang seakan tidak berdiri sendiri. Ia senantiasa berkelindan dan berdialektika dengan dengan konteks sosial masyarakat dan negara. Standar keberhasilan juga tidak akan pernah lepas dari kontribusi kongkrit pendidikan terhadap proyek kebudayaan dan perhelatan akbar sebuah peradaban.
Tidak heran apabila Ahmad Tafsir mengatakan bahwa sekolah adalah miniatur masyarakat atau masyarakat dalam bentuk mini. Jika orang ingin meneropong masyarakat teroponglah sekolahnya. Bila sekolah penuh disiplin, maka masyarakatnya tak jauh beda, dan jika sekolah penuh dengan penipuan, maka penipuan itu juga terjadi dalam masyarakat. Lembaga pendidikan dalam kontek ini seakan menjadi cermin dari sebuah kehidupan masyarakat. Ketika sekolah sudah acuh dengan orang miskin, kaum difabel, maka dapat disimpulkan masyarakatnya pun lebih parah.
Akan tetapi pendidikan Islam menginginkan masyarakat menjadi kontrol terhap penyelenggaraan pendidikan, apakah yang dipraktikkan di sekolah masih sesuai dengan ajaran Islam, jiwa kemanusiaan, dan konsep Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur.

 
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas PAI di sekolah masih belum optimal dilaksanakan. Ini dikarenakan masih lemahnya kualitas pendidik atau guru agama Islam disekolah. Guru-guru PAI belum mampu menghadirkan mata pelajaran agama Islam disekolah sebagai mata pelajaran yang menarik. Inilah yang kemudian menjadikan siswa disekolah cenderung tidak senang dan merasa jenuh dengan mata pelajaran PAI. Mereka lebih senang dengan mata pelajaran lain yang dianggapnya lebih menarik untuk dipelajari dan dipahami.


DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah. 2011. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, Dan Pendidik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar