PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kenyataan
hidup berbangsa dan bernegara bagi kita bangsa Indonesia tidak dapat dilepaskan
dari sejarah masa lampau. Demikianlah halnya dengan terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila sebagai dasar
negaranya. Sejarah masa lalu dengan masa kini dan masa mendatang merupakan
suatu rangkaian waktu yang berlanjut dan berkesinambungan.
Dalam Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dapat menelusuri sejarah kita di masa lalu
dan coba untuk melihat tugas-tugas yang kita emban ke masa depan, yang keduanya
menyadarkan kita akan perlunya menghayati dan mengamalkan Pancasila. Sejarah di
belakang telah dilalui dengan berbagai cobaan terhadap Pancasila, namun sejarah
menunjukkan dengan jelas bahwa Pancasila yang berakar di bumi Indonesia
senantiasa mampu mengatasi percobaan nasional di masa lampau. Dari sejarah itu,
kita mendapat pelajaran sangat berharga bahwa selama ini Pancasila belum kita
hayati dan juga belum kita amalkan secara semestinya.
Penghayatan adalah
suatu proses batin yang sebelum dihayati memerlukan pengenalan dan pengertian
tentang apa yang akan dihayati itu. Selanjutnya setelah meresap di dalam hati,
maka pengamalannya akna terasa sebagai sesuatu yang keluar dari esadaran sendiri,
akan terasa sebagai sesuatu yang menjadi bagian dan sekaligus tujuan hidup.
Sementara itu, Pengamatan terhadap tugas-tugas sejarah yang kita emban ke masa
depan yang penuh dengan segala kemungkinan itu, juga menyadarkan kita akan
perlunya penghayatan dan pengamalan Pancasila.
B.
Tujuan
Penelitian
1. Ingin
mengetahui sejarah pancasila
2. Ingin
mengetahui perumusan dan pengesahan pancasila
3. Ingin
mengetahui pancasila sebagai dasar Negara
4. Ingin
mengetahui pancasila sebagai ideology
C.
Rumusan
Masalah
1. Pengertian
pancasila
2. Bagaimana
sejarah pancasila ?
3. Bagaimana
perumusan dan pengesahan pancasila ?
4. Bagaimana
pancasila sebagai dasar negara ?
5. Bagaimana
pancasila sebagai ideologi terbuka ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara
Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta:
pañca berarti lima dan śīla berarti dasar atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada
abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Prapanca dan buku
Sutasoma karangan Tantular. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. sebagai dasar negara maka nilai-nilai
kehidupan bernegara dan pemerintahan berdasarkan pada Pancasila. nilai-nilai
yang ada dalam Pancasila tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang bangsa
Indonesia dan kita teruskan sampai sekarang.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
dan tercantum pada paragraf ke-4 Pembukaan Undang-undang
Dasar 1945.
Pandangan hidup suatu
bangsa adalah masalah pilihan, masalah putusan suatu bangsa mengenai kehidupan
bersama yang dianggap baik. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti
bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan tuntunan dan
pegangan adlam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia dalam
hubungannya dengan Tuhan, mayarakat dan alam semesta.
B. Sejarah Pancasila
Sejarah pembuatan Pancasila ini berawal dari
pemberian janji kemerdekaan di kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh
Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso pada tanggal 7 September 1944.
Lalu, pemerintah Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 29 April 1945 (2605, tahun Showa 20) yang
bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tata pemerintahan
Indonesia Merdeka.
BPUPKI semula
beranggotakan 70 orang (62 orang Indonesia dan 8 orang anggota istimewa bangsa
Jepang yang tidak berhak berbicara, hanya mengamati ,kemudian ditambah dengan 6
orng Indonesia pada sidang kedua. Sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1
Juni 1945 untuk merumuskan falsafah dasar negara bagi negara Indonesia. Selama
empat hari bersidang ada tiga puluh tiga pembicara. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa Soekarno adalah “Penggali/Perumus Pancasila”. Tokoh lain yang
yang menyumbangkan pikirannya tentang Dasar Negara antara lain adalah Mohamad
Hatta, Muhammad Yamin dan Soepomo.
“Klaim” Muhammad Yamin bahwa pada tanggal 29 Mei
1945 dia mengemukakan 5 asas bagi negara Indonesia Merdeka, yaitu ”kebangsaan,
kemanusiaan, ketuhanan, kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.” oleh “Panitia
Lima” (Bung Hatta cs)diragukan kebenarannya. Arsip A.G Pringgodigdo dan Arsip
A.K.Pringgodigdo yang telah ditemukan kembali menunjukkan bahwa Klaim Yamin
tidak dapat diterima. Pada hari keempat, Soekarno mengusulkan 5 asas yaitu
”kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau peri-kemanusiaan, persatuan dan
kesatuan, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang Maha Esa”, yang oleh
Soekarno dinamakan ”Pancasila”, Pidato Soekarno diterima dengan gegap gempita
oleh peserta sidang. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni 1945 diketahui sebagai
hari lahirnya pancasila.
Pada tanggal
17 Agustus 1945, setelah upacara proklamasi kemerdekaan, datang berberapa
utusan dari wilayah Indonesia Bagian Timur. Berberapa utusan tersebut adalah
sebagai berikut:
1.Sam Ratulangi, wakil dari Sulawesi
2. Hamidhan, wakil dari Kalimantan
3.I Ketut Pudja, wakil dari Nusa Tenggara
4. Latuharhary, wakil dari Maluku.
Mereka semua
berkeberatan dan mengemukakan pendapat tentang bagian kalimat dalam rancangan
Pembukaan UUD yang juga merupakan sila pertama Pancasila sebelumnya, yang
berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”.
Pada Sidang
PPKI I, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Hatta lalu mengusulkan mengubah
tujuh kata tersebut menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pengubahan kalimat ini
telah dikonsultasikan sebelumnya oleh Hatta dengan 4 orang tokoh Islam, yaitu
Kasman Singodimejo, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan. Mereka menyetujui perubahan
kalimat tersebut demi persatuan dan kesatuan bangsa. Dan akhirnya bersamaan
dengan penetapan rancangan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 pada Sidang PPKI
I tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia.
C.
Pancasila
Sebagai Dasar Negara
Hakikat Pancasila
Sebagai Dasar Negara Setiap negara di dunia ini mempunyai dasar negara yang
dijadikan landasan dalam menyelenggarakan pemerintah negara. Seperti Indonesia,
Pancasila dijadikan sebagai dasar negara atau ideologi negara untuk mengatur
penyelenggaraan negara. Hal tersebut sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945
alenia ke-4 yang berbunyi : “Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu UUD negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada……..dst”. Dengan
demikian kedudukan pancasila sebagai dasar negara termaktub secara yuridis
konstitusional dalam pembukaan UUD 1945, yang merupakan cita – cita hukum dan
norma hukum yang menguasai hukum dasar negara RI dan dituangkan dalam pasal –
pasal UUD 1945 dan diatur dalam peraturan perundangan. Selain bersifat yuridis
konstitusional, pancasila juga bersifat yuridis ketata negaraan yang artinya
pancasila sebagai dasar negara, pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari
segala sumber hukum. Artinya segala peraturan perundangan secara material harus
berdasar dan bersumber pada pancasila. Apabila ada peraturan (termasuk di
dalamnya UUD 1945) yang bertentangan dengan nilai – nilai luhur pancasila, maka
sudah sepatutnya peraturan tersebut dicabut. Berdasarkan uaraian tersebut
pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat imperatif atau memaksa, artinya
mengikat dan memaksa setiap warga negara untuk tunduk kepada pancasila dan bagi
siapa saja yang melakukan pelanggaran harus ditindak sesuai hukum yang berlaku
di Indonesia serta bagi pelanggar dikenakan sanksi – sanksi hukum. Nilai –
nilai luhur yang terkandung dalam pancasila memiliki sifat obyektif –
subyektif. Sifat subyektif maksudnya pancasila merupakan hasil perenungan dan
pemikiran bangsa Indonesia, sedangkan bersifat obyektif artinya nilai pancasila
sesuai dengan kenyataan dan bersifat universal yang diterima oleh bangsa –
bangsa beradab. Oleh karena memiliki nilai obyektif – universal dan diyakini
kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia maka pancasila selalu dipertahankan
sebagai dasar negara. Jadi berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pancasila sebagai dasar negara memiliki peranan yang sangat
penting dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga cita – cita
para pendiri bangsa Indonesi dapat terwujud.
D.
Pancasila
Sebagai Ideologi Terbuka
a. Pancasila:
berwatak terbuka
Bertolak dari cirri-ciri sebagaimana
dipaparkan di atas, bisa dikatakan bahwa pancasila memenuhi semua persyaratan
sebagai ideology terbuka. Hal itu akan makin jelas dari penjelasan berikut.
Pertama,
Pancasila adalah pandangan hidup yang berakar pada kesadaran masyarakat
Indonesia. Pancasila bukan impor dari luar negeri, bukan pula suatu ideology
yang dipikirkan oleh satu dua orang pintar, melainkan milik masyarakat
Indonesia sendiri sebagai kesadaran dan cita-cita moralnya. Pancasila bukan
ideology milik kelompok tertentu, tetapi milik seluruh masyarakat Indonesia.
Kedua,
Isi pancasila tidak langsung
operasional. Sebagaimana kita ketahui, pancasila berisis hanya lima nilai
dasar. Kelima nilai dasar itu berfungsi sebagai acuan penyelenggaraan Negara.
Dalam pancasila tidak tersedia rumusan yang berisi tuntutan-tuntutan konkret
dan operasional yang harus dilaksanakan. Karena “hanya” berisi nilai-nilai
dasar, penerapan pancasila memerlukan penafsiran. Penafsiran dilakukan untuk
mencari implikasi kelima nilai dasar itu bagi situasi nyata. Setiap generasi
bangsa Indonesia dapat dan bahkan perlu malakukan penafsiran terhadap pancasila
sesuai tantangan kekinian mereka masing-masing. Dengan demikian, pancasila
menjadi ideology yang senantiasa relevan dan actual.
Ketiga,
Pancasila bukan ideology yang memperkosa
kebebasan dan tanggungjawab masyarakat. Sila “kemanusiaan yang adil dan
beradab”, misalnya, mengakui kebebasan dan kasamaderajatan manusia (hak asasi
manusia); bahkan tidak hanya meliputi manusia Indonesia, melainkan semua umat
manusia diakui sebagai makhluk yang memiliki kebebasan dan kesamaderajatan.
Keempat,
Pancasila juga bukan ideology totaliter.
Oleh para pendiri Negara ini, pancasila tidak dimaksudkan sebagai ideology
totaliter, yang mengurusi segala segi kehidupan masyarakat. Melainkan,
pancasila adalah ideology pilitik, sebuah pedoman hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Kelima, pancasila
menghargai pluralitas. Hal itu bisa kita lihat misalnya, dalam sejarah
perumusan pancasila. Rumusan definitive pancasila dicapai justru karena
didorong oleh semangat untuk tetap menghargai pluralitas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahwa sejarah merupakan harga mutlak dalam
pembentukan suatu negara. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai
sejarah bangsanya sendiri.
Sejarah pembuatan Pancasila ini berawal dari
pemberian janji kemerdekaan di kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh
Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso pada tanggal 7 September 1944.
Lalu, pemerintah Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 29 April 1945 (2605, tahun Showa
20) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tata
pemerintahan Indonesia Merdeka.
DAFTAR PUSTAKA
Suteng, Bambang, dkk.2006. Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta:Erlangga
Loebis, abu bakar, dkk.1997.Lahirnya Satu Bangsa Dan Negara.Jakarta:Universitas
Indonesia
Adnan, Warsito.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Surakarta:Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar