Kamis, 19 Mei 2016

pancasila sebagai ideologi terbuka


PANCASILA SEBAGAI    IDEOLOGI TERBUKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kenyataan hidup berbangsa dan bernegara bagi kita bangsa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah masa lampau. Demikianlah halnya dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila sebagai dasar negaranya. Sejarah masa lalu dengan masa kini dan masa mendatang merupakan suatu rangkaian waktu yang berlanjut dan berkesinambungan.
Dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dapat menelusuri sejarah kita di masa lalu dan coba untuk melihat tugas-tugas yang kita emban ke masa depan, yang keduanya menyadarkan kita akan perlunya menghayati dan mengamalkan Pancasila. Sejarah di belakang telah dilalui dengan berbagai cobaan terhadap Pancasila, namun sejarah menunjukkan dengan jelas bahwa Pancasila yang berakar di bumi Indonesia senantiasa mampu mengatasi percobaan nasional di masa lampau. Dari sejarah itu, kita mendapat pelajaran sangat berharga bahwa selama ini Pancasila belum kita hayati dan juga belum kita amalkan secara semestinya.
Penghayatan adalah suatu proses batin yang sebelum dihayati memerlukan pengenalan dan pengertian tentang apa yang akan dihayati itu. Selanjutnya setelah meresap di dalam hati, maka pengamalannya akna terasa sebagai sesuatu yang keluar dari esadaran sendiri, akan terasa sebagai sesuatu yang menjadi bagian dan sekaligus tujuan hidup. Sementara itu, Pengamatan terhadap tugas-tugas sejarah yang kita emban ke masa depan yang penuh dengan segala kemungkinan itu, juga menyadarkan kita akan perlunya penghayatan dan pengamalan Pancasila.







B.     Tujuan Penelitian
1.      Ingin mengetahui sejarah pancasila
2.      Ingin mengetahui perumusan dan pengesahan pancasila
3.      Ingin mengetahui pancasila sebagai dasar Negara
4.      Ingin mengetahui pancasila sebagai ideology

C.    Rumusan Masalah
1.      Pengertian pancasila
2.      Bagaimana sejarah pancasila ?
3.      Bagaimana perumusan dan pengesahan pancasila ?
4.      Bagaimana pancasila sebagai dasar negara ?
5.      Bagaimana pancasila sebagai ideologi terbuka ?
























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti dasar atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan bernegara dan pemerintahan berdasarkan pada Pancasila. nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita teruskan sampai sekarang.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Pandangan hidup suatu bangsa adalah masalah pilihan, masalah putusan suatu bangsa mengenai kehidupan bersama yang dianggap baik. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan tuntunan dan pegangan adlam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan, mayarakat dan alam semesta.




B.     Sejarah Pancasila
Sejarah pembuatan Pancasila ini berawal dari pemberian janji kemerdekaan di kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso pada tanggal 7 September 1944. Lalu, pemerintah Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 29 April 1945 (2605, tahun Showa 20) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka. 
 BPUPKI semula beranggotakan 70 orang (62 orang Indonesia dan 8 orang anggota istimewa bangsa Jepang yang tidak berhak berbicara, hanya mengamati ,kemudian ditambah dengan 6 orng Indonesia pada sidang kedua. Sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 untuk merumuskan falsafah dasar negara bagi negara Indonesia. Selama empat hari bersidang ada tiga puluh tiga pembicara. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa Soekarno adalah “Penggali/Perumus Pancasila”. Tokoh lain yang yang menyumbangkan pikirannya tentang Dasar Negara antara lain adalah Mohamad Hatta, Muhammad Yamin dan Soepomo.
“Klaim” Muhammad Yamin bahwa pada tanggal 29 Mei 1945 dia mengemukakan 5 asas bagi negara Indonesia Merdeka, yaitu ”kebangsaan, kemanusiaan, ketuhanan, kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.” oleh “Panitia Lima” (Bung Hatta cs)diragukan kebenarannya. Arsip A.G Pringgodigdo dan Arsip A.K.Pringgodigdo yang telah ditemukan kembali menunjukkan bahwa Klaim Yamin tidak dapat diterima. Pada hari keempat, Soekarno mengusulkan 5 asas yaitu ”kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau peri-kemanusiaan, persatuan dan kesatuan, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang Maha Esa”, yang oleh Soekarno dinamakan ”Pancasila”, Pidato Soekarno diterima dengan gegap gempita oleh peserta sidang. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni 1945 diketahui sebagai hari lahirnya pancasila.
 Pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah upacara proklamasi kemerdekaan, datang berberapa utusan dari wilayah Indonesia Bagian Timur. Berberapa utusan tersebut adalah sebagai berikut:
 1.Sam Ratulangi, wakil dari Sulawesi
 2. Hamidhan, wakil dari Kalimantan
 3.I Ketut Pudja, wakil dari Nusa Tenggara
 4. Latuharhary, wakil dari Maluku.
 Mereka semua berkeberatan dan mengemukakan pendapat tentang bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD yang juga merupakan sila pertama Pancasila sebelumnya, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
 Pada Sidang PPKI I, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Hatta lalu mengusulkan mengubah tujuh kata tersebut menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pengubahan kalimat ini telah dikonsultasikan sebelumnya oleh Hatta dengan 4 orang tokoh Islam, yaitu Kasman Singodimejo, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan. Mereka menyetujui perubahan kalimat tersebut demi persatuan dan kesatuan bangsa. Dan akhirnya bersamaan dengan penetapan rancangan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia.


C.    Pancasila Sebagai Dasar Negara
Hakikat Pancasila Sebagai Dasar Negara Setiap negara di dunia ini mempunyai dasar negara yang dijadikan landasan dalam menyelenggarakan pemerintah negara. Seperti Indonesia, Pancasila dijadikan sebagai dasar negara atau ideologi negara untuk mengatur penyelenggaraan negara. Hal tersebut sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 yang berbunyi : “Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada……..dst”. Dengan demikian kedudukan pancasila sebagai dasar negara termaktub secara yuridis konstitusional dalam pembukaan UUD 1945, yang merupakan cita – cita hukum dan norma hukum yang menguasai hukum dasar negara RI dan dituangkan dalam pasal – pasal UUD 1945 dan diatur dalam peraturan perundangan. Selain bersifat yuridis konstitusional, pancasila juga bersifat yuridis ketata negaraan yang artinya pancasila sebagai dasar negara, pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum. Artinya segala peraturan perundangan secara material harus berdasar dan bersumber pada pancasila. Apabila ada peraturan (termasuk di dalamnya UUD 1945) yang bertentangan dengan nilai – nilai luhur pancasila, maka sudah sepatutnya peraturan tersebut dicabut. Berdasarkan uaraian tersebut pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat imperatif atau memaksa, artinya mengikat dan memaksa setiap warga negara untuk tunduk kepada pancasila dan bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran harus ditindak sesuai hukum yang berlaku di Indonesia serta bagi pelanggar dikenakan sanksi – sanksi hukum. Nilai – nilai luhur yang terkandung dalam pancasila memiliki sifat obyektif – subyektif. Sifat subyektif maksudnya pancasila merupakan hasil perenungan dan pemikiran bangsa Indonesia, sedangkan bersifat obyektif artinya nilai pancasila sesuai dengan kenyataan dan bersifat universal yang diterima oleh bangsa – bangsa beradab. Oleh karena memiliki nilai obyektif – universal dan diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia maka pancasila selalu dipertahankan sebagai dasar negara. Jadi berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pancasila sebagai dasar negara memiliki peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga cita – cita para pendiri bangsa Indonesi dapat terwujud.


D.    Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
a.       Pancasila: berwatak terbuka
Bertolak dari cirri-ciri sebagaimana dipaparkan di atas, bisa dikatakan bahwa pancasila memenuhi semua persyaratan sebagai ideology terbuka. Hal itu akan makin jelas dari penjelasan berikut.
Pertama, Pancasila adalah pandangan hidup yang berakar pada kesadaran masyarakat Indonesia. Pancasila bukan impor dari luar negeri, bukan pula suatu ideology yang dipikirkan oleh satu dua orang pintar, melainkan milik masyarakat Indonesia sendiri sebagai kesadaran dan cita-cita moralnya. Pancasila bukan ideology milik kelompok tertentu, tetapi milik seluruh masyarakat Indonesia.
Kedua, Isi pancasila tidak langsung operasional. Sebagaimana kita ketahui, pancasila berisis hanya lima nilai dasar. Kelima nilai dasar itu berfungsi sebagai acuan penyelenggaraan Negara. Dalam pancasila tidak tersedia rumusan yang berisi tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang harus dilaksanakan. Karena “hanya” berisi nilai-nilai dasar, penerapan pancasila memerlukan penafsiran. Penafsiran dilakukan untuk mencari implikasi kelima nilai dasar itu bagi situasi nyata. Setiap generasi bangsa Indonesia dapat dan bahkan perlu malakukan penafsiran terhadap pancasila sesuai tantangan kekinian mereka masing-masing. Dengan demikian, pancasila menjadi ideology yang senantiasa relevan dan actual.
Ketiga, Pancasila bukan ideology yang memperkosa kebebasan dan tanggungjawab masyarakat. Sila “kemanusiaan yang adil dan beradab”, misalnya, mengakui kebebasan dan kasamaderajatan manusia (hak asasi manusia); bahkan tidak hanya meliputi manusia Indonesia, melainkan semua umat manusia diakui sebagai makhluk yang memiliki kebebasan dan kesamaderajatan.
Keempat, Pancasila juga bukan ideology totaliter. Oleh para pendiri Negara ini, pancasila tidak dimaksudkan sebagai ideology totaliter, yang mengurusi segala segi kehidupan masyarakat. Melainkan, pancasila adalah ideology pilitik, sebuah pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kelima, pancasila menghargai pluralitas. Hal itu bisa kita lihat misalnya, dalam sejarah perumusan pancasila. Rumusan definitive pancasila dicapai justru karena didorong oleh semangat untuk tetap menghargai pluralitas.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bahwa sejarah merupakan harga mutlak dalam pembentukan suatu negara. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya sendiri.
Sejarah pembuatan Pancasila ini berawal dari pemberian janji kemerdekaan di kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso pada tanggal 7 September 1944. Lalu, pemerintah Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 29 April 1945 (2605, tahun Showa 20) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka.


DAFTAR PUSTAKA

Suteng, Bambang, dkk.2006. Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta:Erlangga
Loebis, abu bakar, dkk.1997.Lahirnya Satu Bangsa Dan Negara.Jakarta:Universitas Indonesia
Adnan, Warsito.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Surakarta:Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar