Sabtu, 04 Juni 2016

ETIKA, GURU DAN ETIKA KEGURUAN; ETIKA BERPAKAIAN SEORANG GURU; ETIKA BERBICARA SEORANG GURU



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada hakikatnya guru merupakan pendidik yang nantinya akan ditiru oleh anak didiknya dengan kata lain guru, digugu dan ditiru. Apapun yang dilakukan atau yang diperlihatkan oleh guru kepada siswanya baik dari segi ucapan, perbuatan maupun penampilan merupakan hal penting yang nantinya akan dapat dinilai bahkan ditiru oleh anak didiknya. Oleh karena itu guru dituntut untuk memiliki etika ketika berhadapan dengan anak didik.
Dalam sebuah proses pendidikan baik formal maupun non formal, kehadiran seorang guru merupakan hal yang sangat utama. Peranan guru itu belum dapat digantikan oleh apapun, karena masih banyak nsure-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan dan lain-lain yang sangat diharapkan dihasilkan dari suatu proses pengajaran tidak akan dapat dicapai tanpa adanya guru.
Saat ini peran guru masih sangat penting, walaupun ditengah arus kemajuan ilmu dan teknologi yang kian meningkat seperti laju informasi yang bisa langsung diterima bukan dari guru, namun dari alat-alat canggih seperti TV, Radio dan lain-lain. Dalam menyikapi hal ini guru dituntut dapat memerankan perannya sesuai dengan kebutuhan ataupun tuntutan masyarakat.
Proses pengajaran tidak akan tercapai tanpa adanya sosok guru. Tidak mustahil ketika seorang guru mendidik anak didiknya dengan sikap dan etika yang kurang baik, akan berdampak buruk atau bahkan tidak tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu suksesnya suatu pendidikan tergantung kepada guru.
Etika sebagai ilmu menjadi sangat luas jangkauannya, karena etiap segi kehidupan manusia selalu memuat kandungan etika. Kandungan etika itu terjalin satu dengan yang lain yang cukup erat karena memiliki dasar-dasar pemikiran yang pada hakikatnya serupa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari etika, guru dan etika keguruan?
2.      Bagaimana etika berpakaian seorang guru?
3.      Bagaimana etika berbicara seorang guru?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Etika
Banyak sekali para ahli yang mendefinisikan mengenai etika, baik itu secara terminologis maupun secara etimologis. Berikut beberapa pengertian etika menurut beberapa ahli dan beberapa sumber.
Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat. Identik dengan perkataan moral yang berasal dari bahasa Latin “mos” yang dalam bentuk jamaknya “mores” yang berarti juga adat atau cara hidup.[1]
Etika secara terminology, menurut Hamzah Ya’qub yang dikutip Akmal Hawi pengertia etika teologis ialah yang menjadi ukuran baik buruknya perbuatan manusia, didasarkan atas ajaran Tuhan. Segala perbuatan manusia yang diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan buruk.[2]
Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.[3]
Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq); kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; nilai mengenai nilai benar dan salah, yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989, etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.
Etika sebenarnya lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan tingkah laku manusia Berdasarkan beberapa pemikiran diatas etika menurut Bartens sebagaiman dikutip oleh abdul kadir,memberikan tiga arti etika yaitu:
1.      Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.arti ini dapat juga disebut sistem nilai dalam hidup manusia perseorngan atau hidup bermasyrakat
2.      Etika dipakai dalam arti kumpulan asas dan nilai moral,yang dimaksud disi adalah kode etik
3.      Etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk .arti sini sama dengan filsafat moral
Etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dari yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normative karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh seorang individu.[4]
Ada berbagai macam pengertian etika menurut beberapa ahli, diantaranya:[5]
1.      Menurut Verkuyl, perkataan etika berasal dari pekataan “ethos” sehingga muncul katakata etika. Perkataan “ethos” dapat diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan.
2.      Menurut Dr. James J. Spillane SJ. Menungkapkan bahwa etika atau etichs memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
3.      Sedangkan Ensiklopedi pendidikan dijelaskan bahwa, etika merupakan filsafat tentang nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk, kecuali etika mempelajari nilai­nilai, ia juga merupakan pengetahuan tentang nilainilai itu sendiri.
4.      Menurut Dr. H. Hamzah Ya’kub dalam bukunya Etika Islam, merumuskan sebagai berikut: etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dan memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Perkataan etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti kebiasaan. Yang dimaksud adalah kebiasaan baik atau kebiasaan buruk. Dalam kepustakaan, umumnya, kata etika diartikan sebagai ilmu. Makna etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, misalnya, adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral atau akhlak. Kecuali mempelajari nilai­nilai, etika merupakan pengetahuan tentang nilai­nilai itu sendiri. Kalau moral dan etika diperbandingkan, moral lebih bersifat praktis, sedang etika bersifat teoretis. Moral bersifat local, etika bersifat umum (regional).[6]
Istilah etika mempunyai dua pengertian, secara luas dan secara sempit. Etika dalam pengertian luas atau dalam bahasa inggris ethics secara etimologis berasal dari bahasa Yunani ethica yang berarti cabang filsafat mengenai nilai­nilai dalam kaitannya dengan perilaku manusia, apakah tindakannya itu benar atau salah, baik atau buruk; dengan kata lain, etika adalah filsafat moral yang menunjukkan bagaimana seseorang harus bertindak. Etika dalam pengertian sempit atau dalam bahasa inggris ethic secara etimologis berasal dari bahasa latin “ethicus” atau bahasa Yunani “ethicos” yang berarti himpunan asas­asas nilai atau moral.[7]
Menurut K. Bertens, etika mempunyai tiga arti, yaitu: Pertama, kata “etika” bisa dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, “etika” berarti juga: kumpulan asas-asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik. Ketiga, “etika” mempunyai arti lagi: ilmu tentang yang baik dan buruk. Etika baru menjadi ilmu, bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat–sering kali tanpa disadari-menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika disini sama artinya dengan filsafat moral.[8]
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: metaetika (studi konsep etika), cara lain untuk mempraktekkan etika sebagai ilmu adalah metaetika. Awalan meta- (dari bahasa Yunani) mempunyai arti “melebihi” atau “melampaui”. Istilah ini diciptakan untuk menunjukkan bahwa yang dibahas disini bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Etika normatif (studi penentuan nilai etika), etika normative merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang dimana diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral. Dan etika deskriptif (studi penggunaan nilai-nilai etika), melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya, adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.[9]
Ada beberapa jenis etika, yaitu: Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Etika Teologis Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum. Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi. Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya. Relasi etika filosofis dan etika teologis, terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika.
Adapun beberapa manfaat etika dalam kehidupan:
1.      Dapat menyelesaikan suatu masalah-masalah moralitas maupun sosial lainnya yang membingungkan masyarakat dengan pemikiran yang sistematis dan kritis.
2.      Berusaha menggunakan nalar sebagai dasar pijak bukan dengan perasaan yang akan merugikan banyak orang. Berpikir dan bekerja secara sistematis dan teratur (step by step).
3.      Berusaha mengakui kesalahan dan mempertahankan kebenaran. Jika salah katakan salah dan jika benar katakan benar serta jangan suka memutarbalikan fakta.
4.      Berusaha menyelidiki suatu masalah sampai ke akar-akarnya bukan hanya sekedar ingin tahu tanpa memperdulikan.
5.      Menjadi seorang yang tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik agar senantiasa tidak termakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
6.      Menjadi seorang yang handal yang mampu menyuarakan suara-suara yang tak mampu bersuara.
Dalam perkembangannya etika dapat dibagi dua, yaitu etika perangai dan etika moral.
1.      Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah tertentu dan pada waktu tertentu. Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil penelitian. Contoh etika perangai adalah:
a.       Berbusana adat
b.      Pergaulan muda mudi
c.       Perkawinan semenda
d.      Upacara adat
2.      Sementara itu untuk etika moral adalah berkenaan dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika tersebut dilanggar timbullah kejahatan yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar, kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral, contoh moral adalah:
a.       Berkata dan berbuat jujur
b.      Menghormati orang tua
c.       Menghargai orang lain
d.      Membela kebenaran dan keadilan
e.       Menyantuni anak yatim piatu[10]

B.     Pengertian Guru dan Etika Keguruan
Roorda menerangkan bahwa guru berasal dari bahasa Sansekerta, yang artinya berat, besar, penting, baik sekali, terhormat dan juga berarti pengajar. Organisasi Guru Amerika Serikat (NEA) mengartikan, “Guru adalah semua petugas yang langsung terlibat dalam membimbing tugas-tugas kependidikan”.[11]
Guru adalah Pendidik yang merupakan orang dewasa yang bertanggungjawab memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai kedewasaan, mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk Tuhan, Khalifah di bumi dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.
Sedangkan pengertian guru bila dilihat dari sudut pandang sosial, budaya dan agama adalah. Pengertian guru dari sudut pandang sosial adalah orang yang dapat berinteraksi dengan peserta didik dalam hubungan timbal balik antara pendidik dan peserta didik, dapat mengetahui karaketeristik peserta didik dan tidak membedakan antara golongan menengah dan atas, dapat memanfatkan harapan-harapan orang tua dan menerapkannya dalam kelas dalam bentuk norma-norma, bersikap demokratis. Pengertian guru dilihat dari sudut pandang budaya adalah orang yang membimbing kepada peserta didik, mampu menilai kemampuan peserta didik dengan baik, dapat mendidik peserta didiknya dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan yang sesuai dengan kurikulum metode dan teknik kontrol tertentu yang berlaku di sekolah, dapat mentransfer ilmu pengetahuannya dengan baik. Pengertian guru dilihat dari sudut pandang agama adalah orang yang berilmu dan mengamalkannya, yang memiliki kepribadian muslim yang kaffah, yang melaksanakan tindakan mendidik secara Islami, yang mempunyai kedudukan utama dan sangat penting.
Guru adalah jabatan profesi, untuk itu seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Seseorang dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugasnya dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, independent (bebas dari tekanan pihak luar),  cepat (produktif), tepat (efektif), efisien dan inovatif serta didasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan prima  yang didasarkan pada  unsur-unsur ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik yang regulatif. Pengembangan wawasan dapat dilakukan melalui forum pertemuan profesi, pelatihan ataupun upaya pengembangan dan belajar secara mandiri. Sejalan dengan hal di atas, seorang guru harus terus meningkatkan profesionalismenya melalui berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran maupun kemampuan lain dalam upaya menjadikan peserta didik memiliki keterampilan belajar, mencakup keterampilan dalam memperoleh pengetahuan (learning to know), keterampilan dalam pengembangan jati diri (learning to be), keterampilan dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu (learning to do), dan keterampilan untuk dapat hidup berdampingan dengan sesama secara harmonis (learning to live together).
Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Dalam agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual/kejiwaan murid-muridnya. Dalam agama Buddha, guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid seorang guru memandang gurunya sebagai jelmaan Buddha atau Bodhisattva. Dalam agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting lagi karena salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran sepuluh guru Sikh. Hanya ada sepuluh guru dalam agama (Sikh). Guru pertama, Guru Nanak Dev adalah pendiri agama ini. Orang India, China, Mesir, dan Israel menerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang imam atau nabi. Oleh sebab itu seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapat keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua mereka. Secara formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri ataupun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia. Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.[12]
Jadi dari pengertian etika keguruan diatas dapat kami simpulkan bahwasannya etika keguruan adalah tingkah laku yang baik dan mana yang kurang baik yang diperlihatkan secara keseluruhan daripada kaidah-kaidah moral yang nampak dalam perbuatan manusia yang diperlihatkan kepada guru kepada anak didiknya agar anak didik tersebut terangsang untuk mengikutinya.
Etika yang pada dasarnya menganalisa tingkah laku, moral, adat, kebiasaan, cara berpikir, yang kemudian mendorong seseorang bersikap dan bertindak etis, adalah merupakan hal yang terpenting untuk dipelajari dan diinternalisasikan. Diketahui bahwa etika itu menyelidiki segala perbuatan manusia kemudian menetapkan hukumnya baik atau buruk, akan tetapi bukanlah semua perbuatan itu dapat diberi hukum seperti ini, karena perbuatan manusia itu ada yang timbul tiada dengan kehendak, seperti bernapas, detak jantung dan memicingkan mata dengan tiba-tiba waktu berpindah dari gelap ke cahaya, maka inilah inilah bukan persoalan pokok etika, dan tidak dapat memberi hukum “baik atau buruk”, dan bagi yang menjalankan tiada dapat kita sebut orang yang baik atau orang yang buruk, dan tidak dapat dituntut. Dan ada pula perbuatan yang timbul karena kehendak dan setelah dipikir masak-masak akan hasil dan akibatnya, sebagaimana orang yang melihat pendirian rumah sakit yang dapat memberi manfaat kepada penduduknya dan meringankan penderitaan sesama, kemudian ia lalu bertindak mendirikan rumah sakit itu.



C.    Etika Berpakaian Seorang Guru
Orang jawa menyebutkan bahwa Guru berasal dari kata “digugu dan ditiru”. Artinya bahwa seorang Guru harus bisa dipercaya dan ditiru setiap hal yang positif. Baik dari segi keilmuan yang dikuasainya hingga sikap dan etikanya ketika di sekolah. Peraturan sekolah selalu memberikan aturan kepada semua siswanya mulai dari A sampai Z. Termasuk bagaimana bentuk seragam mereka. Rata-rata sekolah mengharuskan seragam siswa tidak neko-neko. Misalnya, celana siswa putra tidak boleh dimodel seperti celana pensil, atasan tidak boleh dimodel jangkis, kaos kaki harus putih dan hitam saja, sepatu harus bertali, dan sebagainya. Begitu pula dengan anak perempuan, bawahan panjangnya harus mencapai lima centimeter dibawah lutut, atasan tidak boleh ketat, bagi yang berkerudung tidak diperbolehkan memakai kerudung instan, dan lain-lain.
Banyaknya peraturan yang menjerat siswa bisa saja menimbulkan protes yang luar biasa, jika ada salah seorang Guru yang berbusana diluar etika. Misalnya, “Bu X pake rok mini,..ketat,.. dibelah belakang lagi… gitu aja dibiarin,… lipstiknya merah banget lagi,.. belum lagi sepatunya tuh,.. tinggi banget kek tangga,… huh coba kita yang pake rok pendek dikit pasti deh,.. lari lapangan,… hormat bendera“. Pernah mendengar celotehan ini / atau bahkan kita yang pernah mengatakan hal yang sama semasa sekolah dulu?
Segalanya jelas,..karena si murid merasa sekolah tidak adil, jika mereka dijerat oleh banyak peraturan. Ada baiknya Dewan guru dan karyawan pun dikenakan peraturan yang sama mendidiknya. Intinya seorang guru haruslah berpakaian yang sopan jika ke sekolah. mengenakan pakaian yang sesuai ukuran tubuh (tidak terlalu ketat atau kedodoran) begitu pula dengan model bajunya. Menggunakan tata rias yang jauh lebih natural (tidak norak, yang penting kelihatan bersih). Sepatu yang digunakan pun jangan yang berlebihan, hindari hak terlalu tinggi dan motif yang terlalu rame. Perhiasan dan asesoris sewajarnya saja, jangan sampai dapat julukan toko mas berjalan daari murid kita.[13]
Yang terpenting dari semua itu ialah menjaga segala tingkah dan laku. Termasuk perkataan dan pergaulan sesama guru. Karena apa yang dilihat oleh anak didik kita akan selamanya melekat. Julukan Bu Hebring (berlebihan memakai perhiasan), Miss RingRing (Tukang telpon), dan sebagainya ialah berasal dari perilaku dan cara seorang guru mendandani fisiknya. Semoga bisa saling berintropeksi.
D.    Etika Berbicara Seorang Guru
Berbicara adalah kebutuhan kita sebagai manusia. Berbicara merupakan salah satu cara yang efektif bagi kita untuk berkomunikasi. Dengan berbicara kita bisa menyampaikan maksud dan tujuan serta buah pikiran kita dengan cepat.
Namun alangkah bijaksananya jika kita memperhatikan cara berbicara maupun isi dan materi yang kita bicarakan. Jangan sampai ungkapan “banyak bicara banyak berdosa” sampai menjangkiti kita. Maksud kita hendak mengkomunikasikan sesuatu malah menjadi ajang memperpanjang daftar dosa. Semoga kita terhindar dari hal yang demikian.
Ada banyak etika, adab dan sopan santun dalam berbicara yang diketahui dan dianut oleh masyarakat. Salah satu acuan yang dapat kita pedomani adalah adab berbicara di Minang Kabau Sumatera Barat yang dikenal dengan “Kato nan Ampek” yaitu adab berbicara dibedakan atas empat (ampek) jenis audience atau lawan komunikasi kita, sebagai berikut:
1.      Kato Mandaki
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau dituakan dan lebih dihormati karena jabatan dan kedudukannya.
2.      Kato Mandata
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan teman sebaya atau rekan kerja.
3.      Kato Malereng
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kita dan keluarga seperti ipar, besan, sumando, mamak rumah.
4.      Kato Manurun
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang lebih muda ataupun kepada bawahan.
Selain adab dan pemilihan kata dalam berkomunikasi, perhatikan juga materi atau isi pembicaraan kita. Berikut ini ada beberapa materi yang suka dijadikan topik dalam pembicaraan dan dikhawatirkan dapat menjerumuskan kita pada pembicaraan yang berpotensi dosa, yaitu.
1.      Membicarakan kelebihan diri sendiri
Pembicaraan jenis ini disatu sisi diyakini bisa meningkatkan rasa percaya diri/selfesteem. Dan baik juga untuk meningkatkan citra positif yang bisa memacu semangat dalam beraktifitas. Namun harus diwaspadai jika pembicaraan ini terlalu berlebihan bisa menimbulkan kesombongan.
2.      Membicarakan kekurangan diri sendiri
Pembicaraan jenis ini berguna untuk introspeksi diri sehingga dengan menyadari kekurangan kita bisa mengupayakan perbaikan diri untuk meningkatkan kualitas hidup selanjutnya. Namun jika berlebihan dan sampai pada penyesalan-penyesalan yang keterlaluan apalagi meratapi nasib akan berakibat buruk terhadap tingkat percaya diri yang bisa membuat kehilangan semagat hidup.
3.      Membicarakan kelebihan orang lain
Kelebihan orang lain dapat memotivasi kita untuk berbuat hal yang sama jika kita dan lingkungan menganggapnya sebagai sesuatu yang baik dan layak ditiru. Tapi jika terlalu berlebihan dan sampai mengidolakan apalagi sampai mengkultuskan seseorang akan berakibat tidak sehat untuk jiwa.
4.      Membicarakan kekurangan orang lain
Topik ini merupakan yang paling senang dibicarakan orang dimana. Infotainment yang memuat berbagai skandal dan kebobrokan moral sangat digemari dan mempunyai rating yang tinggi. Pembicaraan ini yang lebih populer disebut gosip, gunjing atau ghibah sering menjadi topik sehari-hari dan sebagian dari kita sangat senang dan bahkan menikmati pembicaraan ini. Alangkah bijaksananya jika kita menyikapi fenomena ini sebagai ajang introspeksi bukannya malah menu utama untuk dijadikan pembicaraan hangat setiap harinya.
Banyak sekali pepatah dan ungkapan bijak yang mengingatkan kita untuk lebih berhati-hati dalam bertutur kata agar kita tidak terlibat dalam pembicaraan yang mengandung dosa. Jika tidak terlalu penting “Silent is Gold” sangat bijak diterapkan. Ataupun kalau harus ada kata-kata yang hendak disampaikan pilihlah kata-kata yang tepat, jangan sampai menyakiti perasaan orang lain yang mendengarnya karena “Kata-kata bisa lebih tajam dari pedang”. Komunikasikanlah sesuatu dengan kata-kata yang tepat dan dengan cara yang baik jangan sampai menjadi bumerang bagi diri sendiri sebagaimana ungkapan “Mulutmu harimaumu akan menerkam kepalamu”. Apalagi kalau kata-kata yang diucapkan merupakan ucapan yang tidak benar atau berupa kebohongan dan sampai menimbulkan fitnah karena “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan”. Alangkah besar dampak suatu kebohongan yang dituduhkan pada orang lain bahkan lebih buruk dari menghilangkan nyawa sekalipun. Jadi, walau “lidah tak bertulang” tapi pengaruhnya sangat besar pada keharmonisan hubungan antar sesama manusia. Jagalah lisan, perhatikan etika ketika berbicara, semoga kita semua menjadi lebih bijaksana karenanya.[14]

E.     Etika Seorang Guru
Seorang guru adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing”. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.
Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Tulisan berikut ini merupakan kutipan yang diambil oleh penulis dari buku Abuddin Nata ketika menjelaskan kriteria guru yang baik dari kitab Ihyaa Ulumuddin yang merupakan karya monumental Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Sengaja kutipan di bawah ini diberi sedikit komentar untuk lebih memperjelas maksud yang hendak disampaikan.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Selain sifat-sifat umum yang harus dimiliki guru sebagaimana disebutkan di atas, seorang guru juga harus memiliki sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu sebagai berikut:
1.      Pertama, Jika praktek mengajar merupakan keahlian dan profesi dari seorang guru, maka sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Sifat ini dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa tenteram pada diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada gilirannya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.
2.      Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW. yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah SWT. Namun hal ini bisa terjadi jika antara guru dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang diajarkan terbatas pada ilmu-ilmu yang sederhana, tanpa memerlukan tempat khusus, sarana dan lain sebagainya. Namun jika guru yang mengajar harus datang dari tempat yang jauh, segala sarana yang mendukung pengajaran harus diberi dengan dana yang besar, serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan dengan dana yang tidak sedikit, maka akan sulit dilakukan kegiatan pengajaran apabila gurunya tidak diberikan imbalan kesejahteraan yang memadai.
3.      Ketiga, seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar di hadapan murid-muridnya. Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia juga tidak boleh membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya bahwa tujuan pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT,. Dan bukan untuk mengejar pangkat, status dan hal-hal yang bersifat keduniaan. Seorang guru tidak boleh tenggelam dalam persaingan, perselisihan dan pertengkaran dengan sesama guru lainnya.
4.      Keempat, dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya. Dalam hubungan ini seorang guru hendaknya jangan mengekspose atau menyebarluaskan kesalahan muridnya di depan umum, karena cara itu dapat menyebabkan anak murid yang memiliki jiwa yang keras, menentang, membangkang dan memusuhi gurunya. Dan jika keadaan ini terjadi dapat menimbulkan situasi yang tidak mendukung bagi terlaksananya pengajaran yang baik.
5.      Kelima, seorang guru yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik di hadapan murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang guru harus bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Seorang guru hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau spesialisasinya. Kebiasaan seorang guru yang mencela guru ilmu fiqih dan guru ilmu fiqih mencela guru hadis dan tafsir, adalah guru yang tidak baik.
6.      Keenam, seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya itu. Dalam hubungan ini, Al-Ghazali menasehatkan agar guru membatasi diri dalam mengajar sesuai dengan batas kemampuan pemahaman muridnya, dan ia sepantasnya tidak memberikan pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal muridnya, karena hal itu dapat menimbulkan rasa antipati atau merusak akal muridnya.
7.      Ketujuh, seorang guru yang baik menurut Al-Ghazali adalah guru yang di samping memahami perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga memahami bakat, tabiat dan kejiawaannya muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya. Kepada murid yang kemampuannya kurang, hendaknya seorang guru jangan mengajarkan hal-hal yang rumit sekalipun guru itu menguasainya. Jika hal ini tidak dilakukan oleh guru, maka dapat menimbulkan rasa kurang senang kepada guru, gelisah dan ragu-ragu.
8.      Kedelapan, seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya sedemikian rupa. Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip yang dikemukakannya. Sebaliknya jika hal itu dilakukan akan menyebabkan seorang guru kehilangan wibawanya. Ia akan menjadi sasaran penghinaan dan ejekan yang pada gilirannya akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan dalam mengatur murid-muridnya. Ia tidak akan mampu lagi mengarahkan atau memberi petunjuk kepada murid-muridnya.[15]
Dari delapan sifat guru yang baik sebagaimana dikemukakan di atas, tampak bahwa sebagiannya masih ada yang sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sifat guru yang mengajarkan pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya sebelum bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan usia, kejiwaan dan kemampuan intelektual siswa, bersikap simpatik, tidak menggunakan cara-cara kekerasan, serta menjadi pribadi panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang tetap sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.

F.     Etika Pergaulan Guru
a.       Etika pergaulan
Etika pergaulan yaitu sopan santun/tata krama dalam pergaulan yang sesuai dengan situasi dan keadaan serta tidak melanggar norma-norma yang berlaku baik norma agama, kesopanan, adat, hukum dan lain-lain. Etika pergaulan harus diperhatikan karena beberapa hal, yaitu:
1.      Manusia dituntut untuk saling berhubungan, mengenal dan membantu.
2.      Agar tingkah laku kita diterima dan disenangi oleh siapa saja yang bergaul dengan kita.
3.      Tata krama dan tingkah laku sehari-hari merupakan cermin pribadi kita sendiri
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pergaulan
1.      Pandai menempatkan diri
2.      Dapat membedakan bagaimana sikap kita terhadap orang yang lebih tua, sebaya, dan yang lebih muda. Misalnya :
a.       Orang yang lebih tua / yang dituakan harus kita hormati.
b.      Orang yang sebaya harus dihargai
c.       Orang yang lebih muda harus disayangi.
Beberapa contoh sopan santun dalam pergaulan:
1.      Dalam berbicara
2.      Dalam berkenalan
3.      Dalam menelpon
4.      alam menegur / memberi hormat
5.      Dalam bertamu           
6.      Dalam berpakaian
7.      Dalam surat-menyurat.
b.      Tata krama dalam pergaulan
Tata krama dalam pergaulan merupakan aturan kehidupan yang mengatur. hubungan antar sesama manusia. Tata krama pergaulan berkaitan erat dengan etiketatau etika. Kata etiket berasal dari bahasa perancis Etiquette yang berarti tata carabergaul yang baik, dan etika berasal dari bahasa latin Ethic merupakan pedoman carahidup yang benar dilihat dari sudut Budaya, Susila dan Agama.
Dasar - dasar etiket terdiri dari :
1.      Bersikap sopan dan ramah kepada siapa saja.
2.      Memberi perhatian kepada orang lain.
3.      Berusaha selalu menjaga perasaan orang lain.
4.      Bersikap ingin membantu.
5.      Memiliki rasa toleransi yang tinggi.
6.      Dapat menguasai diri, mengendalikan emosi dalam situasi apapun.
Jadi pada prinsipnya dalam etiket anda harus Selalu berusaha untuk menyenangkanorang lain (Always wants to please anybody). Manfaat etiket dalam kehidupan seorang manusia adalah:
1.      Membuat anda menjadi disegani, dihormati, disenangi orang lain.
2.      Memudahkan hubungan baik anda dengan orang lain (Better Human Relation).
3.      Memberi keyakinan pada diri sendiri dalam setiap situasi.
4.      Menjadikan anda dapat memelihara suasana yang baik dalam berbagailingkungan, baik itu lingkungan keluarga, pergaulan, dan sekolah.[16]

G.    Etika Bertingkah Laku Seorang guru
Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap mengandung tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan tingkah laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek dan sikap terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif dan negatif. Sikap dari seorang guru adalah salah satu faktor yang menentukan bagi perkembangan jiwa anak didik selanjutnya. Karena sikap seroang guru tidak hanya dilihat dalam waktu mengajar saja, tetapi juga dilihat tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari oleh anak didiknya. Pada saat ini banyak sikap dari seorang guru yang tidak lagi mencerminkan sikapnya sebagai seorang pendidik karena adanya berbagai factor yang mestinya tidak terjadi dalam dunia pendidikan. Lantas bagaimanakah sikap yang baik seorang guru agar tercipta anak didik yang menjadi manusia seutuhnya. Karena salah satu tugas guru memanusiakan manusia. Dibawah ini akan dipaparkan beberapa pendapat mengenai sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru.
Abdul Kadir Munsyi, M. Nasyai Hasyim dan Mukhrim mengartikan sikap dengan gerak anggota tubuh guru pada waktu mengajar. Menurut mereka sikap guru yang baik adalah:
1.      Guru bersikap wajar (tidak dibuat-buat)
2.      Guru tidak berlagak seperti gembala yang memelihara kambingnya
3.      Guru tidak menganggap murid sebagai musuhnya
4.      Guru tidak bergerak kaku atau meniru guru-guru yang lain yang sukses, tetapi bergeraklah sewajarnya apa adanya sesuai dengan kepribadian kita masing-masing.
5.      Guru boleh bergerak bebas, tidak merasa takut asal sopan.
6.      Guru jangan seperti patung, hanya diam diri dalam satu tempat. Kelas adalah kepunyaan guru dan murid-murid bersama,.berdirilah pada tempat dimana semua kelas dapat melihat dan mendengarkan suara guru.
7.      Pada waktu ujian atau tes guru jangan bersikap seperti polisi yang mengawasi maling atau seperti kucing mengintai tikus, bersikaplah santai tapi waspada.
Guru yang baik menurut Alvin W. Howard dalam bukunya Teaching in Miedle School, yang dikutip oleh Jasi Muhammad, harus memiliki sikap sebagai berikut:
1.      Guru harus bersikap respek terhadap apa yang sedang terjadi disekitarnya
2.      Antusias, baik terhadap vaknya, kelasnya, tugasnya dan sesama yang berhubungan dengan hal mengajar
3.      Guru harus berbicara jelas, pasti dan dapat menghubungkan dirinya dengan murid-muridnya
4.      Tertarik kepada murid sebagai individu
5.      Memiliki pengetahuan dan sumber yang cukup
6.      Tidak bertindak sarkatis dan kasar
7.      Tidak pilih kasih didalam kelas
8.      Harus menghindari kemalasan dan ketidaktetapan waktu datang kesekolah.
Menurut M. Ngalim Purwanto, sikap yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah:
1.      Guru harus bersikap adil
2.      Guru harus percaya dan suka kepada murid-muridnya
3.      Guru harus sabar dan rela berkorban
4.      Guru harus mempunyai pembawaan (gezag) terhadap anak didiknya
5.      Guru harus bersikap baik terhadap teman-temannya dan masayarakat.
Menurut Nana Sujana seorang guru harus bersikap:
1.      Menghargai pekerjaannya sebagai seorang guru
2.      Mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya
3.      Bersikap toleransi terhadap sesama teman profesinya
4.      Memiliki kemampuan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
Menurut KH. M. Hasyim Ash’ari, sikap yang harus dimiliki seorang guru adalah:
1.      Guru harus membangun niat dan tujuan yang luhur demi mencari ridlo Allah
2.      Guru hendaknya bersabar dan tidak menyurutkan semangat dalam memberikan pengajaran kepada siswanya
3.      Guru memberikan nasihat kepada anak didiknya akan pentingnya memiliki niat yang tulus dalam belajar
4.      Guru hendaknya memberi dorongan kepada para siswanya agar tekun dan bersungguh-sungguh didalam belajar serta mengatur waktu dengan baik
5.      Guru harus mencintai para siswanya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, berusaha memenuhi kemaslahatan siswanya, serta memperlakukan mereka dengan baik sebagaimana ia memeperlakukan anak-anaknya sendiri yang amat disayanginya
6.      Guru hendaknya bersabar dalam menghadapi kekurangan dan ketidak sempurnaan anak didiknya dalam beretika
7.      Guru mendididik dan memberi pelajaran kepada anak didiknya dengan penjelasan yang mudah dipahami. Sesuai dengan kemampuan mereka
8.      Guru bersungguh-sungguh dalam memberikan pengajaran dan pemahaman kepada anak didiknya
9.      Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada anak didiknya melalui latihan, dan tidak segan-segan memberikan hadiah kepada siswa yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar
10.  Guru memberi motivasi agar siswa tetap tekun dan meningkatkan belajarnya
11.  Guru mampu menyelami kondisi dan pemahaman serta perkembangan pemikiran anak didiknya sebelum memberi materi lebih lanjut
12.  Guru bersikap adil, tidak pilih kasih atau membedakan antara siswa yang satu dengan yang lainnya
13.  Guru memberikan kasih sayang dan perhatian terhadap siswanya
14.  Guru membiasakan diri sekaligus memberikan contoh kepada siswa tentang cara bergaul yang baik, seperti mengucapkan salam, berbicara baik dan sopan, tolong-menolong, dan lain sebagainya
Sikap-sikap guru yang baik dalam mengajar menurut Sungging Handoko adalah:
1.      Sikap berpakaian
Sebaiknya seorang guru berpakaian sopan, sederhana tetapi terpelihara. Jangan mengenakan celana napoleon atau bergaun you can see dimuka kelas, jangan berpakaian mewah atau gemerlap.
2.      Sikap dimuka kelas
a.       guru harus bersikap tegas dan bijaksana, agar suasana kelas menjadi tenang dan kegiatan belajar- mengajarpun berjalan dengan lancar
b.      jangan terlalu banyak menggunakan gerak tangan waktu berbicara
c.       jangan berbicara terlalu keras dan jangan pula berbicara terlalu pelan atau lemah
d.      bergeraklah dengan tangan dan berbicaralah dengan suara yang sedang dan jangan rebut
e.       bergembiralah selalu
f.       tunjukanlah semua pertanyaan kepada semua siswa dan baru kemudian tunjuklah seseorang murid untuk menjawab
g.      berani memandang tiap-tiap murid (matanya)
h.      jangan bersikap putus asa
i.        usahakanlah murid-murid bekerja sendiri
j.        ciptakanlah suasana kelas yang baik
k.      jangan memberi hukuman badan
3.      Sikap sabar
a.       Guru harus bersabar dalam mehadapi murid-muridnya, tanpa menggunakan emosi dalam bertindak terhadap anak didiknya.
b.      Sikap yang mengejek murid
Guru tidak mengejek, mencela, mengeluarkan kata-kata kasar yang dapat mematahkan semangat belajar murid, karena hal itu akan memperhambat kemajuan potensi dalam diri anak.
c.       Sikap yang lekas marah harus dihindari oleh guru, karena hal itu akan menimbulkan hal yang tidak baik.
d.      Sikap yang memberi hukuman badan
Menurut peraturan sekolah, guru dilarang memberi hukuman badan, umpamanya memukul, menendang, melempar benda keras, dll, karena hal itu dapat menimbulkan rasa tidak senang dalam diri anak didik terhadap gurunya, serta timbul rasa takut terhadap guru.
e.       Bersikap jujur dan adil
Sebagai seorang guru barlakulah jujur dan adil, jangan membedakan antara murid yang satu dan yang lain. Bertindak jujurlah terhadap anak didiknya dan orang lain.
f.       Sikap yang memberi larangan
Guru yang baik janganlah melarang, sebab biasanya perintahnya akan dianggap sebagai ancaman bagi anak didik. Larangan yang terlalu banyak dapat menimbulkan kemungkinan besar anak didik melanggar peraturan tanpa disadari oleh murid-muridnya.
g.      Sikap guru yang bertanggung jawab
Seorang guru harus dapat bertanggung jawab demi masa depan perkembangan anak didiknya. Bila seorang guru tidak mempunyai rasa tanggung jawab akan banyak memepengaruhi perkembangan pada diri anak didik.
Sikap yang baik seorang guru menurut Ngalim Purwanto, adalah:
Adil, Percaya dan suka kepada murid-muridnya, Sabar dan rela berkorban, Penggembira, Bersikap baik terhadap guru-guru lainnya, Bersikap baik terhadap masyarakat, Menyukai mata pelajaran yang disampaikannya.
Sikap yang harus dihindari oleh seorang guru dalam nenyanpaikan materi pelajaran pada anak didiknya, menurut S.Nasution adalah:
1.      Sikap otoriter
Sikap otoriter merupakan sikap yang selalu mengatur perbuatan anak, menggunakan paksaan dan hukuman, tidak mendidik anak menjadi manusia merdeka yang demokratis yang sanggup berdiri sendiri, sanggup memilih atas tanggung jawab sendiri. Hal ini menyebabkan anak akan bergantung pada orang lain, bila diberi kebebasan anak tidak dapat menggunakan dengan baik karena biasa diatur oleh orang lain.
2.      Sikap permissive
Sikap permissive merupakan sikap lunak yang memberi kebebasan yang berlebihan kepada anak untuk berkembang sendiri. Hal ini sebenarnya tidak memberi bimbingan kepada anak dan dengan demikian sebenarnya tidak mendidik anak. Padahal sebenarnya pendidikan memerlukan pimpinan dan bimbingan dari pendidik. Sikap permissive ini merupakan kebalikan dari sikap otoriter.
3.      Sikap riil
Sikap pendidik hendaknya jangan terlampau otoriter atau terlampau permissive akan tetapi bersikaplah realistis. Pendidikan memerlukan kebebasan akan tetapi juga pengendalian. Anak didik harus diberi kebebasan yang cukup tanpa diawasi ketat oleh guru. Sikap riil ini tidak terlalu otoriter dan tidak permissive.

H.    Tugas Dan Tanggung Jawab Guru
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang guru mempunyai tanggung jawab yang utama. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moril yang cukup berat. Behasilnya pendidikan pada siswa sangat tergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Masalah utama pekerjaan profesi adalah implikasi dan konsekuensi pekerjaan tersebut terhadap tugas dan tanggungjawabnya.
Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari baik sebagai pengajar (instructional function) maupun sebagai pendidik (educational function), ia akan selalu menghadapi problema-problema. Misalnya saja problema dalam mengajar, secara proses problema tersebut akan selalu muncul pada tiga periode, yaitu periode sebelum aktivitas mengajar (preinstructional activities), periode aktivitas mengajar (instructional activities), dan periode setelah aktivitas mengajar (postinstructional).[17]
Tugas guru bukan saja menyangkut kegiatannya di dalam kelas atau sekolah, melainkan harus pula melakukan hal-hal atau melaksanakan seperangkat tingkah laku sehubungan dengan kedudukannya sebagai guru. Menurut Peters[18] yang dikutip Akmal Hawi, tugas dan tanggung jawab guru adalah: 1) sebagai pengajar; 2) sebagai pembimbing; 3) sebagai administrasi kelas.
Sedangkan menurut Armstrong, tugas dan tanggung jawab guru ada 5, yaitu: 1) tanggung jawab pengajaran; 2) tanggung jawab memberikan bimbingan; 3) tanggung jawab mengembangkan kurikulum; 4) tanggung jawab mengembangkan profesi; 5) tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat.
Sedangkan menurut Moh. Uzer Isman, guru memiliki banyak tugas baik yang terikat oleh dinas (bentuk pengabdian). Ada 3 jenis tugas guru, yaitu:
1.      Tugas dalam bidang profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih.
2.      Tugas guru dalam bidang kemanusiaan, guru harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua.
3.      Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan, dimana guru berkewajiban mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga Negara Indonesia yang bermoral Pancasila serta menceradaskan bangsa Indonesia.
Sedangkan menurut Piet. A . Sahertian dkk, tugas guru dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1.      Tugas professional
Tugas professional menjadikan guru memiliki peranan profesi. Diantara yang termasuk peranan professional adalah: a) gruu menguasai pengetahuan; b) guru menguasai psikologi anak; c) guru sebagai penanggungjawab disiplin anak, penilai dan konselor terhadap kegiatan siswa; d) guru sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat.
2.      Tugas Personal
Tugas guru sebagai pemberi contoh dan mampu menampakkan sosok seorang guru yang baik yang memiliki konsep dan pribadi yang baik.
3.      Tugas sosial
Seorang guru harus punya komitmen terhadap masyarakat dalam peranannya sebagai agen pembaharuan.
Tugas dan peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan pada hakikatnya tugas guru merupakan komponen strategis yang memiliki peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Keberadaan guru merupakan faktor yang penting dalam suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh yang lain. Masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat dalam masyarakat yakni ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (di depan memberi suri tauladan, ditengah-tengah membangun dan dibelakang memberi dorongan dan motivasi).
Menurut Cece Wijaya tanggung jawab guru meliputi bidang moral, pendidikan di sekolah, bidang kemasyarakatan dan bidang keilmuan.
Sedangkan menurut Oemar Hamalik tanggung jawab guru meliputi:
1.      Menuntut murid belajar
2.      Turut serta membina kurikulum di sekolah
3.      Melakukan pembinaan terhadap diri siswa
4.      Memberikan bimbingan
5.      Melakukan diagnosa kesulitan belajar dan kemajuan belajar
6.      Menyelenggarakan penelitian
7.      Mengenal masyarakat dan ikut serta aktif menyukseskan pembangunan
8.      Membangun terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia
9.      Menghayati, mengamalkan dan mengamankan Pancasila
10.  Meninggikan professional guru
Disamping itu ilmuwan muslim juga mengemukakan beberapa tugas guru. Menurut Abdullah Uhran tugas guru ialah melaksanakan pendidikan ilmiah, karena ilmu mempunyai pengaruh terhadap pembentukan kepribadian dan emansipasi harkat manusia. Tugas guru merupakan kelanjutan dan kesamaan dengan tugas orang tua. Tugas pendidik muslim umumnya yaitu memberi pendidikan yang berwawasan manusia seutuhnya.
Menurut Abdurrahman Al-Nahlawi, guru hendaknya mencontoh peranan yang dilakukan Nabi. Tugas mereka yang pertama ialah mengkaji dan mengajarkan ilmu Ilahi sesuai dengan ayat Alquran surat Ali-Imran ayat 79.
$tB tb%x. @t±u;Ï9 br& çmuŠÏ?÷sムª!$# |=»tGÅ3ø9$# zNõ3ßsø9$#ur no§qç7Y9$#ur §NèO tAqà)tƒ Ĩ$¨Z=Ï9 (#qçRqä. #YŠ$t6Ïã Ík< `ÏB Èbrߊ «!$# `Å3»s9ur (#qçRqä. z`¿ÍhŠÏY»­u $yJÎ óOçFZä. tbqßJÏk=yèè? |=»tGÅ3ø9$# $yJÎur óOçFZä. tbqßâôs? ÇÐÒÈ
Artinya:
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali-Imran: 79).
Secara umum menurut Abdurrahman al-Nahlawi tugas guru adalah:
a.       Tugas pensucian, yaitu mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan dirikepada Allah, menjauhkannya dari keburukan dan menjaga agar tetap dalam fitrahnya
b.      Tugas pengajaran, yaitu menyampaikan berbagai pengetahuan terhadap peserta didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.
Menurut Piet. A. Sahertian, tanggung jawab guru tidak hanya menekankan pada aspek kognitif tetapi juga pada aspek kepribadian anak misalnya mendidik anak disiplin, tanggung jawab dan kemandirian.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tugas dan tanggung jawab guru meliputi tugas disekolah dan diluar sekolah. Tugas disekolah berkaitan dengan peran dan posisi guru di tengah masyarakat. Sedangkan tanggung jawab guru selain memberikan pengetahuan juga menanamkan aspek kepribadian pada diri peserta didik.

I.       Peran Guru
Adanya perkembangan baru dalam proses belajar mengajar membawa konsekuensi guru untuk meningkatkan peranannya dan kompetensinya. Guru yang kompeten akan lebih mampu mencitakan lingkungan belajar yang efekif dan mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Kunci pokok pelajaran itu ada pada seorang guru (pengajar). Tetapi ini bukan berarti dalam proses pengajaran hanya guru yang aktif, sedang peserta didik pasif.
Pengajaran menuntut keaktifan kedua pihak yang sama-sama menjadi subjek pengajaran. Agar lalu lintas pengajaran bisa berjalan lancar, teratur dan terhindar dari beberapa hambatan yang berakibat pada stagnasi pengajaran, pengajaran yang tidak lancar dan teratur, serta kemungkinan-kemungkinan lain, seperti fasilitas peserta didik, ketidaksesuian penerapan metode, ketidakpahaman terhadap materi keterasingan peserta didik dalam suatu kelas pengajaran, dan lain-lainnya, maka seorang guru harus mengerti, memahami dan menghayati berbagai prinsip pengajaran sekaligus mengaplikasikannya pada waktu dia melaksnakan tugas mengajar.
Prinsip-prinsip tersebut sangat berkaitan dengan segala komponen pengajaran, baik yang menyangkut apa dan begaimana peran guru dalam pengajaran, kea rah mana sebenarnya pengajaran harus dilaksanakan, menyangkut apa, mengapa dan bagaimana supaya peserta didik dapat terlibat aktif dalam pengajaran. Adapun prinsip-prinsip pengajaran itu meliputi:[19]
a.       Prinsip aktivitas.
Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis.
b.      Prinsip motivasi.
Suatu aktivitas belajar sangat lekat dengan motivasi perubahan suatu motivasi akan mengubah pola wujud, bentuk dan hasil belajar.
c.       Prinsip individualitas
Perkembangan individualitas merupakan suatu proses yang kreatif. Dalam proses individu harus memainkan peranan yang aktif, selalu mengadakan aksi dan reaksi yang bertujuan terhadap lingkungannya.
d.      Prinsip lingkungan
Ada dua macam cara menggunakan lingkungan sebagai sumber pengajaran atau belajar: 1) membawa peserta didik dalam lingkungan dan masyarakat untuk keperluan pelajaran (karya wisata, servis projek, school camping, interview, survey). 2) membawa sumber-sumber dari masyarakat ke dalam kelas pelajaran untuk kepentingan pelajaran (resort respon, benda-benda, seperti pameran atau koleksi).
e.       Prinsip konsentrasi
Upaya untuk mendorong peserta didik agar konsentrasi (memusatkan perhatiannya) dan melakukan suatu penyelidikan serta menentukan sesuatu yang dapat digunakan kelak untuk kehidupan di dalam masyarakat, maka pada setiap pengajaran, guru dituntut untuk dapat mengatur atau mengelola pelajaran sedemikian rupa.
f.       Prinsip kebebasan
Setiap peserta didi harus dapat mengembangkan diri dengan bebas. Untuk itu mereka harus dibimbing sedemikian rupa sehingga mereka akan sanggup mandiri. Guru yang telah menguasai peserta didik dan memaksakan kehendaknya pada mereka, akan berdampak terhadap peserta didik menjadi individu yang selalu dependen pada orang lain dan inisiatifnya menjadi beku.
g.      Prinsip peragaan
Ada dua macam peragaan: 1) peragaan langsung, misalnya guru membawa alat-alat atau benda-benda ke dalam kelas pengajaran dan di tunjukkan kepada peserta didik atau membawa mereka ke laboratorium, pabrik-pabrik, kebub binatang, dsb; 2) peragaan tidak langsung, misalnya gambar-gambar, foto-foto, film, dsb.
h.      Prinsip kerja sama
Kerja sama atau kooperatif merupakan lawan dari persaingan. Dalam kehidupan sehari-hari kerja sama dan persaingan sering terlihat di dalam kelas. Untuk membentuk individu peserta didik menjadi manusia yang demokratis, guru harus menekankan pelaksanaan prinsip kerja sama atau kerja kelompok. Ada dua jenis kerja kelompok menurut william burton. 1) kerja kelompok untuk memecahkan suatu proyek atau masalah. 2) diskusi kelompok, untuk memecahkan suatu masalah yang menimbulkan berbagai pendapat.
i.        Prinsip apersepsi
Seriing disebut “batu loncatan”, maksudnya sebelum pengajaran dimulai untuk menyajikan bahan pelajaran baru, guru diharapkan dapat menghubungkan lebih dahulu bahan pelajaran (pengajaran) sebelumnya/kemarin yang menurut guru telah dikuasai peserta didik. Apersepsi ini dapat disajikan melalui pertanyaan untuk mengetahui apa peserta didik masih ingat/lupa, sudah dikuasai/belum, hasilnya untuk menjadi titik tolak dalam memulai pelajaran yang baru.
j.        Prinsip korelasi
Korelasi (saling berkaitan) akan melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga akan tumbuh dan bangkit minat peserta didik terhadap pengajaran. Pengajaran yang dihubungkan dengan masalah-masalah kehidupan keseharian individu maupun dihubungkan dengan bidang-bidang lain yang bisa dikaitkan akan menjadikan sesuatu yang baru dan berguna bagi peserta didik.
k.      Prinsip efisiensi dan efektifitas
Suatu pengajaran yang baik adalah apabila proses pengajarn itu menggunakan waktu yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil (pencapaian tujuan instruksional) secara lebih tepat dan cermat serta optimal. Waktu pengajaran yang sudah ditentukan sesuai dengan bobot materi pelajaran maupun capaian tujuan instruksionalnya diharapkan dapat memberika sesuatu yang berharga dan berhasil guna bagi peserta didik. Disini pernanan metode sangat menentukan.
l.        Prinsip globalitas
Menurut prinsip globalitas/integralitas bahwa keseluruhan adalah menjadi titik awal pengajaran. Peserta didik selalu mengamati keseluruhan lebih dahulu baru kemudian bagian-bagiannya. Disini pendekatan deduktif lah yang ditekankan yaitu mengenalkan pengajaran kepada peserta didik yang dari pengertian/penjelasan yang umum kepada yang khusus, dari kaidah-kaidah umum kepada kaidah-kaidah yang khusus, dari yang global kepada yang spesifik, dari pengenalan sistem kepada elemen-elemen sistem.
m.    Prinsip permainan dan hiburan
Para sarjana pendidikan berpandangan bahwa, pada dasarnya setiap individu didik atau peserta didik itu sangat membutuhkan permainan dan hiburan setelah selesai belajar. Kelas pengajaran yang diliputi oleh suasana hening, sepi, serius dan penuh konsentrasi terhadap pelajaran, maka akibat yang tidak disadari menjadikan induvidu merasa kelelahan, bosan, capek, butuh refresing, istirahat, rekreasi, dan semacamnya.
Sedangkan menurut Ahmad Rohani[20] yang dikutip oleh Akmal Hawi peran guru adalah ganda yakni sebagai pengajar dan pendidik. Sedangkan menurut Sudirman AM, peranan guru adalah:
1.      Karakter, guru harus dapat membedakan nilai yang baik dan man nilai yang buruk.Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan nilai yang buruk harus disingkirkan dari watak dan jiwa anak didik.
2.      Inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik. Guru harus dapat memberi petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik.
3.      Informator, pelaksana cara mengajar infomatif
4.      Organisator, pengelola kegiatan akademik
5.      Motivator, meningkatkan kegiatan dan pengembangan kegiatan belajar siswa
6.      Pengasuh/director, membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan
7.      Inisiator, pencetus ide dalam proses belajar mengajar
8.      Transmitter, penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan
9.      Fasilitator, memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar
10.  Mediator, penengah dalam kegiatan belajar mengajar
11.  Evaluator, menilai prestasi anak didik dalam bidang akademis maupun tingkah laku.
12.  Pengelola kelas, agar anak didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya.
13.  Supervisor, guru dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.
Adapun peran guru menurut beberapa ahli, diantaranya adalah.
a.       Guru Sebagai Pengajar
Salah satu tugas guru adalah sebagai pengajar. Secara umum tugas mengajar dijelaskan sebagai tugas membantu siswa agar mereka dapat belajar dan akhirnya dapat mengerti bahan yang sedang dipelajari secara benar. Dengan demikian maka siswa semakin bertambah pengetahuan mereka.[21]
b.      Guru Sebagai Pendidik
Peran seorang guru selanjutnya adalah sebagai seorang pendidik. Sebagai pendidik, guru diharapkan dapat membantu siswa berkembang menjadi pribadi yang baik benar. Bila dengan mengajar, guru membantu siswa menjadi orang cerdas atau pandai; dengan mendidik guru membantu siswa menjadi orang yang baik.
c.       Guru Sebagai Teladan Hidup
Guru dapat menjadi teladan dalam semua nilai kebaikan yang diajarkan mereka. Tetapi dalam situasi pendidikan Indonesia sekarang ini, yang sedang membangun nilai budaya demokrasi dan penghargaan terhadap manusia, ada beberapa nilai yang kiranya perlu ditekankan dalam keteladanan guru. Beberapa nilai itu antara lain sebagai berikut:
1.      Nilai demokrasi, guru diharapkan menjadi teladan dalam bersikap demokrasi seperti sikap tidak diskriminatif, sikap menerima usulan dari siswa, terbuka terhadap gagasan siswa, sikap menerima perbedaan pendapat dengan siswa ataupun orang lain.
2.      Nilai kejujuran, guru diharapkan berlaku jujur dalam mengajar, dalam mengoreksi pekerjaan siswa, dalam memberikan nilai kepada siswa.
3.      Nilai disiplin, diharapkan berlaku disiplin sendiri yang terlihat dalm ketepatan waktu mengajar, koreksi, menaati peraturan sekolah, perencanaan kurikulum dan bahan.
4.      Penghargaan hak asasi orang, guru diharapkan dapat menjadi teladan dalam menghargai hak orang lain baik dalam bicara maupun dalam tingkah lakunya. Hak anak dihargai, hak masyarakat dihargai. Hak anak didik untuk mendapatkan penjelasan dipenuhi, kebebasan anak didik dalam berpendapat dihargai.
5.      Teladanan dalam keterbukaan dan kerjasama, guru diharapkan juga menjadi teladan dalam sikap keterbukaan terhadap siswa, terhadap gagasan orang lain, terhadap nilai yang baru.
6.      Rasionalitas, guru diharapkan menjadi teladan dalam penilaian nasional dan pemikiran rasional. Tidak mudah emosi dalam penilaian banyak kasus, tetapi tetap tenang dan rasional dengan segala alasan yang dapat diungkapkan.
7.      Hidup bermoral dan beriman, hal yang juga ingin dilihat siswa adalah apakah gurunya sungguh bermoral baik dan beriman akan Allah. Tindakan sepeti pelecehan seksual, korupsi, penipuan jelas tidak diharapkan terjadi pada guru.
8.      Nilai sosial, guru yang asocial, egois dan hanya mencari senang dan enak serta keinginan sendiri, jelas merupakan teladan yang tidak baik bagi siswa. Kepekaan guru terhadap siswa yang sakit, teman guru yang sakit, peristiwa buruk yang dihadapi masyarakat, menjadi teladan kepekaan siswa juga.
9.      Nilai tanggung jawab, siswa akan sangat dibantu bila melihat gurunya sungguh bertanggungjawab terhadap tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Bila siswa dapat merasakan bahwa gurunya menyiapkan dengan baik bahan, memperlakukan siswa secara baik, ikut prihatin terhadap apa yang dialami siswa, mereka akan sangat terbantu. Bila guru lari dari tanggung jawab, siswa akan merasakan akibatnya.
10.  Nilai daya juang, banyak siswa sekarang ini kurang daya juang. Mereka mudah menjadi putus asa bila menghadapi kesulitan dalam belajar atau dalam berteman. Guru yang punya daya juang besar, yang dapat dilihat dan dirasakan anak didik, akan membantu anak didik memperteguh daya juang mereka.
11.  Semangat terus belajar. Guru perlu memberikan teladan dalam semangat untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Dengan terus belajar maka pengetahuannya akan bertambah dan ini kentara dalam proses pembelajaran membantu anak didik. Guru yang selalu mengajar sama terus akan dinilai anak didik sebagai tidak pernah belajar lagi.[22]
d.      Guru Sebagai Pemotivasi Belajar
Tantangan yang dihadapi seorang guru dalam memotivasi murid adalah kurangnya kerja sama murid di dalam kelas. Jika murid-murid di motivasi dengan nilai-nilai, imbalan-imbalan atau hukuman-hukuman, mereka hanya akan berkonsentrasi dalam pertemuan-pertemuan di dalam kelas yang sangat minim. Mereka akan melakukan hal-hal yang diperlukan untuk tes, tetapi mereka akan segera melupakan sebagian besar pelajaran yang telah mereka pelajari.
Ada beberapa strategi guru dalam memotivasi belajar muridnya, yaitu:
1.      Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai tujuan instruksional khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2.      Berikan hadiah untuk murid yang berprestasi
Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Disamping itu, murid yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar murid yang berprestasi.
3.      Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara muridnya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4.      Pujian
Sudah sepantasnya murid yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
5.      Hukuman
Hukuman yang diberikan kepada murid yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar murid tersebut mau mengubah diri dan berusaha memacu motivasi belajar.
6.      Membangkitkan dorongan kepada anak didik utnuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
7.      Membentuk kebiasaan belajar yang baik
8.      Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok
9.      Menggunakan metode yang bervariasi
10.  Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.[23]





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Saat ini peran guru masih sangat penting, walaupun di tengah arus kemajuan ilmu dan teknologi yang kian pesat seperti laju informasi yang bisa langsung diterima bukan dari guru, namun dari alat-alat canggih seperti televise, radio, dan lain-lain. Dalam menyikapi hal ini guru dituntut dapat memerankan perannya sesuai dengan kebutuhan ataupun tuntutan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang guru memunyai tanggung jawab yang utama. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat.  Berhasilnya pendidikan pada siswa-siswa sangat tergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Masalah utama pekerjaan profesi adalah implikasi dan konskuensi pekeerjaan tersebut terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Tugas dan peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan pada hakikatnya tugas guru merupakan komponen strategis yang memiliki peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Keberadaan guru merupakan faktor yang penting dalam suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh yang lain.

B.     Saran
Dari penjelasan di atas mengenai etika keguruan, penulis dapat memberi masukan sekaligus saran yang Insya Allah dapat membangun lembaga pendidikan,  terutama seorang guru agar lebih mampu mengemban tugas-tugasnya sebagai seorang pendidik. Untuk menjadi seorang pendidik/guru yang baik haruslah memiliki kemampuan sekaligus etika agar dalam proses belajar mengajar terlaksana sesuai dengan tujuan daripada pendidikan itu sendiri. Selain itu juga tugas guru adalah menjadi penyalur pengetahuan atau isi pelajaran kepada peserta didik. Seperti yang kita ketahui bahwa seorang guru itu mempunyai kewajiban yang harus dilakukan, yaitu mendidik peserta didik kejalan yang benar agar tidak terjadi penyimpangan dalam kehidupan kesehariannya. Kita sering mendengar istilah guru “digugu dan ditiru”. Disini sudah jelas apabila guru menyampaikan pelajaran dan pengajaran dengan baik, otomatis hasilnya pun akan baik juga dan harus di mulai dari diri seorang guru itu terlebih dahulu. Terlebih kita sebagai calon guru Pendidikan Agama Islam harus mampu berperan sebagai pendidik, pengajar, motivator, informator sekaligus penunjuk jalan yang lurus untuk peserta didik kita nantinya.




















DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. 2004. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Bafadal, Ibrahim. 2006. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar, Cet. 7. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Beekum, Rafik Issa. 2004. Etika Bisnis Islami. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Bertens, K. 2004. Etika. Jakarta: Gramedia Jakarta.
Effendi, Onong Uchjana. 1992. Hubungan Masyarakat: Suatu Hubungan Komunikologis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hawi, Akmal. 2008. Kompetensi Guru PAI. Palembang: Tim Iain Raden Fatah Press.
Lubis, Suhrawardi K. 1994. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Rifa’I, Veithzal, Dan Sylviana Murni. 2009. Education Management. Jakarta: Rajawali Pers.
Rohani, Ahmad. 2010. Pengelolaan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Suparno, Paul. 2003. Guru Demokratis Di Era Reformasi. Jakarta: Pt Grasindo.
Supeno, Hadi. 1995. Potret Guru. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Etika, Di Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Guru, Di Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.


[1] Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pai, (Palembang: Tim Iain Raden Fatah Press, 2008), Hal. 61.
[2] Ibid,.
[3] Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Etika, Di Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
[4] Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004), Hlm. 3.
[5] Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), Hlm. 1.
[6] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), Hlm. 354.
[7] Onong Uchjana Effendy, Hubungan Masyarakat: Suatu Hubungan Komunikologis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), Hlm. 164.
[8] K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Jakarta, 2004), Hlm. 6.
[9] Ibid., Hlm. 15-19.
[11] Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), Hlm. 26.
[12] Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Guru, Di Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
[17] Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar, Cet. 7 (Jakarta: Pt Bumi Aksara, 2006), Hlm. 88.
[18] Akmal Hawi, Op. Cit, Hlm. 52.
[19] Ahmad Rohani, Pengelolaan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Hlm. 7.
[20] Akmal Hawi, Op. Cit, Hlm. 57.
[21] Paul Suparno, Guru Demokratis Di Era Reformasi, (Jakarta:Pt Grasindo, 2003), Hlm. 27.
[22] Paul Suparno, Ibid, Hlm. 66-69.
[23] Veithzal Rifa’i Dan Sylviana Murni, Education Management, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Hlm.. 731.