BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada hakikatnya guru merupakan pendidik yang nantinya akan
ditiru oleh anak didiknya dengan kata lain guru, digugu dan ditiru.
Apapun yang dilakukan atau yang diperlihatkan oleh guru kepada siswanya baik
dari segi ucapan, perbuatan maupun penampilan merupakan hal penting yang
nantinya akan dapat dinilai bahkan ditiru oleh anak didiknya. Oleh karena itu
guru dituntut untuk memiliki etika ketika berhadapan dengan anak didik.
Dalam sebuah proses
pendidikan baik formal maupun non formal, kehadiran seorang guru merupakan hal
yang sangat utama. Peranan guru itu belum dapat digantikan oleh apapun, karena
masih banyak nsure-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan dan
lain-lain yang sangat diharapkan dihasilkan dari suatu proses pengajaran tidak
akan dapat dicapai tanpa adanya guru.
Saat ini peran guru
masih sangat penting, walaupun ditengah arus kemajuan ilmu dan teknologi yang
kian meningkat seperti laju informasi yang bisa langsung diterima bukan dari
guru, namun dari alat-alat canggih seperti TV, Radio dan lain-lain. Dalam
menyikapi hal ini guru dituntut dapat memerankan perannya sesuai dengan
kebutuhan ataupun tuntutan masyarakat.
Proses pengajaran tidak akan tercapai tanpa adanya sosok
guru. Tidak mustahil ketika seorang guru mendidik anak didiknya dengan sikap
dan etika yang kurang baik, akan berdampak buruk atau bahkan tidak tercapainya
tujuan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu suksesnya suatu pendidikan
tergantung kepada guru.
Etika sebagai ilmu menjadi sangat luas jangkauannya, karena
etiap segi kehidupan manusia selalu memuat kandungan etika. Kandungan etika itu
terjalin satu dengan yang lain yang cukup erat karena memiliki dasar-dasar
pemikiran yang pada hakikatnya serupa.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari etika, guru dan etika keguruan?
2. Bagaimana
etika berpakaian seorang guru?
3. Bagaimana
etika berbicara seorang guru?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Etika
Banyak sekali para ahli
yang mendefinisikan mengenai etika, baik itu secara terminologis maupun secara
etimologis. Berikut beberapa pengertian etika menurut beberapa ahli dan
beberapa sumber.
Etika secara etimologi
berasal dari bahasa Yunani “ethos”
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Identik dengan perkataan moral yang
berasal dari bahasa Latin “mos” yang
dalam bentuk jamaknya “mores” yang
berarti juga adat atau cara hidup.[1]
Etika secara
terminology, menurut Hamzah Ya’qub yang dikutip Akmal Hawi pengertia etika
teologis ialah yang menjadi ukuran baik buruknya perbuatan manusia, didasarkan
atas ajaran Tuhan. Segala perbuatan manusia yang diperintahkan Tuhan itulah
yang baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan buruk.[2]
Etika (Yunani Kuno:
"ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah
sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai
atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
St. John of
Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis
(practical philosophy).
Etika dimulai
bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan
kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena
pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah
diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia.
Secara
metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis
dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai
suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda
dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki
sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk
terhadap perbuatan manusia.[3]
Etika adalah ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlaq); kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; nilai mengenai
nilai benar dan salah, yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1989, etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana
kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai
ajaran moral.
Etika sebenarnya lebih
banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan
tingkah laku manusia Berdasarkan beberapa pemikiran diatas etika menurut
Bartens sebagaiman dikutip oleh abdul kadir,memberikan tiga arti etika yaitu:
1. Etika
dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.arti ini dapat juga
disebut sistem nilai dalam hidup manusia perseorngan atau hidup bermasyrakat
2. Etika
dipakai dalam arti kumpulan asas dan nilai moral,yang dimaksud disi adalah kode
etik
3. Etika
dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk .arti sini sama
dengan filsafat moral
Etika
dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik
dari yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normative karena ia
berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh
seorang individu.[4]
Ada
berbagai macam pengertian etika menurut beberapa ahli, diantaranya:[5]
1. Menurut
Verkuyl, perkataan etika berasal dari pekataan “ethos” sehingga muncul katakata
etika. Perkataan “ethos” dapat diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin
atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan.
2. Menurut
Dr. James J. Spillane SJ. Menungkapkan bahwa etika atau etichs memperhatikan
atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral.
Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan
objektivitas untuk menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku
seseorang terhadap orang lain.
3. Sedangkan
Ensiklopedi pendidikan dijelaskan bahwa, etika merupakan filsafat tentang
nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk, kecuali etika mempelajari
nilainilai, ia juga merupakan pengetahuan tentang nilainilai itu sendiri.
4. Menurut
Dr. H. Hamzah Ya’kub dalam bukunya Etika
Islam, merumuskan sebagai berikut: etika ialah ilmu yang menyelidiki mana
yang baik dan mana yang buruk dan memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Perkataan
etika berasal dari bahasa Yunani ethos
yang berarti kebiasaan. Yang dimaksud adalah kebiasaan baik atau kebiasaan
buruk. Dalam kepustakaan, umumnya, kata etika diartikan sebagai ilmu. Makna
etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, misalnya, adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral atau akhlak.
Kecuali mempelajari nilainilai, etika merupakan pengetahuan tentang
nilainilai itu sendiri. Kalau moral dan etika diperbandingkan, moral lebih
bersifat praktis, sedang etika bersifat teoretis. Moral bersifat local, etika
bersifat umum (regional).[6]
Istilah
etika mempunyai dua pengertian, secara luas dan secara sempit. Etika dalam
pengertian luas atau dalam bahasa inggris ethics
secara etimologis berasal dari bahasa Yunani ethica yang berarti cabang filsafat mengenai nilainilai dalam
kaitannya dengan perilaku manusia, apakah tindakannya itu benar atau salah,
baik atau buruk; dengan kata lain, etika adalah filsafat moral yang menunjukkan
bagaimana seseorang harus bertindak. Etika dalam pengertian sempit atau dalam
bahasa inggris ethic secara
etimologis berasal dari bahasa latin “ethicus” atau bahasa Yunani “ethicos”
yang berarti himpunan asasasas nilai atau moral.[7]
Menurut
K. Bertens, etika mempunyai tiga arti, yaitu: Pertama, kata “etika” bisa
dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, “etika”
berarti juga: kumpulan asas-asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah
kode etik. Ketiga, “etika” mempunyai arti lagi: ilmu tentang yang baik dan
buruk. Etika baru menjadi ilmu, bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas
dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima
dalam suatu masyarakat–sering kali tanpa disadari-menjadi bahan refleksi bagi
suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika disini sama artinya dengan
filsafat moral.[8]
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: metaetika
(studi konsep etika), cara lain untuk mempraktekkan
etika sebagai ilmu adalah metaetika. Awalan meta-
(dari bahasa Yunani) mempunyai arti “melebihi” atau “melampaui”. Istilah ini
diciptakan untuk menunjukkan bahwa yang dibahas disini bukanlah moralitas
secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Etika normatif (studi
penentuan nilai etika), etika normative
merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang dimana diskusi-diskusi yang
paling menarik tentang masalah-masalah moral. Dan etika
deskriptif (studi penggunaan nilai-nilai
etika), melukiskan tingkah laku moral dalam
arti luas, misalnya, adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk,
tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.[9]
Ada beberapa jenis etika, yaitu: Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan sebagai
etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh
manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat;
etika lahir dari filsafat. Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat
dilepaskan dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika
maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Etika Teologis Ada
dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama,
etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat
memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan
bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang
terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika
secara umum. Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang
bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi
kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik
tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah
atau Yang Ilahi, serta memandang
kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi.
Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen
memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia.
Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa
yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan
kehendak Allah. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik
berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya.
Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan
di dalam merumuskan etika teologisnya. Relasi etika filosofis dan
etika teologis,
terdapat
perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah
etika.
Adapun beberapa manfaat etika dalam
kehidupan:
1. Dapat menyelesaikan suatu
masalah-masalah moralitas maupun sosial lainnya yang membingungkan masyarakat
dengan pemikiran yang sistematis dan kritis.
2. Berusaha menggunakan nalar sebagai
dasar pijak bukan dengan perasaan yang akan merugikan banyak orang. Berpikir
dan bekerja secara sistematis dan teratur (step by step).
3. Berusaha mengakui kesalahan dan
mempertahankan kebenaran. Jika salah katakan salah dan jika benar katakan benar
serta jangan suka memutarbalikan fakta.
4. Berusaha menyelidiki suatu masalah
sampai ke akar-akarnya bukan hanya sekedar ingin tahu tanpa memperdulikan.
5. Menjadi seorang yang tahu mana yang
baik dan mana yang tidak baik agar senantiasa tidak termakan korupsi, kolusi,
dan nepotisme.
6. Menjadi seorang yang handal yang
mampu menyuarakan suara-suara yang tak mampu bersuara.
Dalam
perkembangannya etika dapat dibagi dua, yaitu etika perangai dan etika moral.
1. Etika
perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai
manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah tertentu dan pada waktu tertentu. Etika
perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan
hasil penelitian. Contoh etika perangai adalah:
a. Berbusana
adat
b. Pergaulan
muda mudi
c. Perkawinan
semenda
d. Upacara
adat
2. Sementara
itu untuk etika moral adalah berkenaan dengan kebiasaan berperilaku baik dan
benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika tersebut dilanggar timbullah
kejahatan yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar, kebiasaan ini
berasal dari kodrat manusia yang disebut moral, contoh moral adalah:
a. Berkata
dan berbuat jujur
b. Menghormati
orang tua
c. Menghargai
orang lain
d. Membela
kebenaran dan keadilan
e. Menyantuni
anak yatim piatu[10]
B.
Pengertian
Guru dan Etika Keguruan
Roorda menerangkan bahwa guru berasal dari bahasa
Sansekerta, yang artinya berat, besar, penting, baik sekali, terhormat dan juga
berarti pengajar. Organisasi Guru Amerika Serikat (NEA) mengartikan, “Guru
adalah semua petugas yang langsung terlibat dalam membimbing tugas-tugas
kependidikan”.[11]
Guru adalah Pendidik yang merupakan orang dewasa yang
bertanggungjawab memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam
perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai kedewasaan, mampu melaksanakan
tugas sebagai makhluk Tuhan, Khalifah di bumi dan sebagai individu yang sanggup
berdiri sendiri.
Sedangkan pengertian guru bila dilihat dari sudut pandang
sosial, budaya dan agama adalah. Pengertian guru dari sudut pandang sosial
adalah orang yang dapat berinteraksi dengan peserta didik dalam hubungan timbal
balik antara pendidik dan peserta didik, dapat mengetahui karaketeristik
peserta didik dan tidak membedakan antara golongan menengah dan atas, dapat
memanfatkan harapan-harapan orang tua dan menerapkannya dalam kelas dalam
bentuk norma-norma, bersikap demokratis. Pengertian
guru dilihat dari sudut pandang budaya adalah orang yang membimbing kepada
peserta didik, mampu menilai kemampuan peserta didik dengan baik, dapat
mendidik peserta didiknya dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan yang sesuai
dengan kurikulum metode dan teknik kontrol tertentu yang berlaku di sekolah,
dapat mentransfer ilmu pengetahuannya dengan baik. Pengertian guru dilihat dari sudut
pandang agama adalah orang yang berilmu dan mengamalkannya, yang memiliki
kepribadian muslim yang kaffah, yang melaksanakan tindakan mendidik secara
Islami, yang mempunyai kedudukan utama dan sangat penting.
Guru adalah jabatan profesi, untuk itu seorang guru harus
mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Seseorang dianggap profesional
apabila mampu mengerjakan tugasnya dengan selalu berpegang teguh pada etika
kerja, independent (bebas dari tekanan pihak luar), cepat (produktif),
tepat (efektif), efisien dan inovatif serta didasarkan pada prinsip-prinsip
pelayanan prima yang didasarkan pada unsur-unsur ilmu atau teori
yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik
yang regulatif. Pengembangan wawasan dapat dilakukan melalui forum pertemuan
profesi, pelatihan ataupun upaya pengembangan dan belajar secara mandiri. Sejalan dengan
hal di atas, seorang guru harus terus meningkatkan profesionalismenya melalui
berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengelola
pembelajaran maupun kemampuan lain dalam upaya menjadikan peserta didik
memiliki keterampilan belajar, mencakup keterampilan dalam memperoleh
pengetahuan (learning to know), keterampilan dalam pengembangan jati
diri (learning to be), keterampilan dalam pelaksanaan tugas-tugas
tertentu (learning to do), dan keterampilan untuk dapat hidup
berdampingan dengan sesama secara harmonis (learning to live together).
Dalam bahasa
Indonesia, guru umumnya
merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan
anak usia dini jalur sekolah
atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru
seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang
lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga
dianggap seorang guru. Dalam
agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang
berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu
spiritual/kejiwaan murid-muridnya. Dalam agama Buddha,
guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid
seorang guru memandang gurunya sebagai jelmaan Buddha
atau Bodhisattva. Dalam
agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan
Buddha, namun posisinya lebih penting lagi karena salah satu inti ajaran agama
Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran sepuluh guru Sikh. Hanya ada sepuluh
guru dalam agama (Sikh).
Guru pertama, Guru Nanak Dev adalah pendiri agama ini. Orang India, China, Mesir,
dan Israel menerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang
imam atau nabi. Oleh sebab itu seorang guru sangat dihormati dan
terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapat
keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua
mereka.
Secara formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah
negeri ataupun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang
pendidikan formal minimal berstatus sarjana,
dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru berdasarkan
undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia.
Daoed
Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu
tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission).
Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan
dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.[12]
Jadi dari pengertian etika keguruan diatas dapat kami
simpulkan bahwasannya etika keguruan adalah tingkah laku yang baik dan mana
yang kurang baik yang diperlihatkan secara keseluruhan daripada kaidah-kaidah
moral yang nampak dalam perbuatan manusia yang diperlihatkan kepada guru kepada
anak didiknya agar anak didik tersebut terangsang untuk mengikutinya.
Etika yang pada dasarnya menganalisa tingkah laku, moral,
adat, kebiasaan, cara berpikir, yang kemudian mendorong seseorang bersikap dan
bertindak etis, adalah merupakan hal yang terpenting untuk dipelajari dan
diinternalisasikan. Diketahui bahwa etika itu menyelidiki segala perbuatan
manusia kemudian menetapkan hukumnya baik atau buruk, akan tetapi bukanlah
semua perbuatan itu dapat diberi hukum seperti ini, karena perbuatan manusia
itu ada yang timbul tiada dengan kehendak, seperti bernapas, detak jantung dan
memicingkan mata dengan tiba-tiba waktu berpindah dari gelap ke cahaya, maka
inilah inilah bukan persoalan pokok etika, dan tidak dapat memberi hukum “baik
atau buruk”, dan bagi yang menjalankan tiada dapat kita sebut orang yang baik
atau orang yang buruk, dan tidak dapat dituntut. Dan ada pula perbuatan yang
timbul karena kehendak dan setelah dipikir masak-masak akan hasil dan
akibatnya, sebagaimana orang yang melihat pendirian rumah sakit yang dapat
memberi manfaat kepada penduduknya dan meringankan penderitaan sesama, kemudian
ia lalu bertindak mendirikan rumah sakit itu.
C.
Etika
Berpakaian Seorang Guru
Orang jawa menyebutkan bahwa Guru berasal dari kata “digugu
dan ditiru”. Artinya bahwa seorang Guru harus bisa dipercaya dan ditiru setiap
hal yang positif. Baik dari segi keilmuan yang dikuasainya hingga sikap dan
etikanya ketika di sekolah. Peraturan sekolah selalu memberikan aturan kepada
semua siswanya mulai dari A sampai Z. Termasuk bagaimana bentuk seragam mereka.
Rata-rata sekolah mengharuskan seragam siswa tidak neko-neko. Misalnya, celana
siswa putra tidak boleh dimodel seperti celana pensil, atasan tidak boleh
dimodel jangkis, kaos kaki harus putih dan hitam saja, sepatu harus bertali,
dan sebagainya. Begitu pula dengan anak perempuan, bawahan panjangnya harus
mencapai lima centimeter dibawah lutut, atasan tidak boleh ketat, bagi yang
berkerudung tidak diperbolehkan memakai kerudung instan, dan lain-lain.
Banyaknya peraturan yang menjerat siswa bisa saja
menimbulkan protes yang luar biasa, jika ada salah seorang Guru yang berbusana
diluar etika. Misalnya, “Bu X pake rok mini,..ketat,.. dibelah belakang lagi…
gitu aja dibiarin,… lipstiknya merah banget lagi,.. belum lagi sepatunya tuh,..
tinggi banget kek tangga,… huh coba kita yang pake rok pendek dikit pasti
deh,.. lari lapangan,… hormat bendera“. Pernah mendengar celotehan ini /
atau bahkan kita yang pernah mengatakan hal yang sama semasa sekolah dulu?
Segalanya jelas,..karena si murid merasa sekolah tidak adil,
jika mereka dijerat oleh banyak peraturan. Ada baiknya Dewan guru dan karyawan
pun dikenakan peraturan yang sama mendidiknya. Intinya seorang guru haruslah
berpakaian yang sopan jika ke sekolah. mengenakan pakaian yang sesuai ukuran
tubuh (tidak terlalu ketat atau kedodoran) begitu pula dengan model bajunya.
Menggunakan tata rias yang jauh lebih natural (tidak norak, yang penting
kelihatan bersih). Sepatu yang digunakan pun jangan yang berlebihan, hindari
hak terlalu tinggi dan motif yang terlalu rame. Perhiasan dan asesoris
sewajarnya saja, jangan sampai dapat julukan toko mas berjalan daari murid
kita.[13]
Yang terpenting dari semua itu ialah menjaga segala tingkah
dan laku. Termasuk perkataan dan pergaulan sesama guru. Karena apa yang dilihat
oleh anak didik kita akan selamanya melekat. Julukan Bu Hebring (berlebihan
memakai perhiasan), Miss RingRing (Tukang telpon), dan sebagainya ialah berasal
dari perilaku dan cara seorang guru mendandani fisiknya. Semoga bisa saling
berintropeksi.
D.
Etika
Berbicara Seorang Guru
Berbicara adalah
kebutuhan kita sebagai manusia. Berbicara merupakan salah satu cara yang
efektif bagi kita untuk berkomunikasi. Dengan berbicara kita bisa menyampaikan
maksud dan tujuan serta buah pikiran kita dengan cepat.
Namun alangkah bijaksananya jika kita memperhatikan cara berbicara maupun isi dan materi yang kita bicarakan. Jangan sampai ungkapan “banyak bicara banyak berdosa” sampai menjangkiti kita. Maksud kita hendak mengkomunikasikan sesuatu malah menjadi ajang memperpanjang daftar dosa. Semoga kita terhindar dari hal yang demikian.
Ada banyak etika, adab dan sopan santun dalam berbicara yang diketahui dan dianut oleh masyarakat. Salah satu acuan yang dapat kita pedomani adalah adab berbicara di Minang Kabau Sumatera Barat yang dikenal dengan “Kato nan Ampek” yaitu adab berbicara dibedakan atas empat (ampek) jenis audience atau lawan komunikasi kita, sebagai berikut:
Namun alangkah bijaksananya jika kita memperhatikan cara berbicara maupun isi dan materi yang kita bicarakan. Jangan sampai ungkapan “banyak bicara banyak berdosa” sampai menjangkiti kita. Maksud kita hendak mengkomunikasikan sesuatu malah menjadi ajang memperpanjang daftar dosa. Semoga kita terhindar dari hal yang demikian.
Ada banyak etika, adab dan sopan santun dalam berbicara yang diketahui dan dianut oleh masyarakat. Salah satu acuan yang dapat kita pedomani adalah adab berbicara di Minang Kabau Sumatera Barat yang dikenal dengan “Kato nan Ampek” yaitu adab berbicara dibedakan atas empat (ampek) jenis audience atau lawan komunikasi kita, sebagai berikut:
1. Kato Mandaki
Kata dan adab
yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau
dituakan dan lebih dihormati karena jabatan dan kedudukannya.
2. Kato Mandata
Kata dan adab
yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan teman sebaya atau rekan kerja.
3. Kato Malereng
Kata dan adab
yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki hubungan
kekerabatan dengan kita dan keluarga seperti ipar, besan, sumando, mamak rumah.
4. Kato Manurun
Kata dan adab
yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang lebih muda ataupun
kepada bawahan.
Selain adab dan
pemilihan kata dalam berkomunikasi, perhatikan juga materi atau isi pembicaraan
kita. Berikut ini ada beberapa materi yang suka dijadikan topik dalam
pembicaraan dan dikhawatirkan dapat menjerumuskan kita pada pembicaraan yang
berpotensi dosa, yaitu.
1. Membicarakan kelebihan diri sendiri
Pembicaraan
jenis ini disatu sisi diyakini bisa meningkatkan rasa percaya diri/selfesteem.
Dan baik juga untuk meningkatkan citra positif yang bisa memacu semangat dalam
beraktifitas. Namun harus diwaspadai jika pembicaraan ini terlalu berlebihan
bisa menimbulkan kesombongan.
2. Membicarakan kekurangan diri sendiri
Pembicaraan
jenis ini berguna untuk introspeksi diri sehingga dengan menyadari kekurangan
kita bisa mengupayakan perbaikan diri untuk meningkatkan kualitas hidup
selanjutnya. Namun jika berlebihan dan sampai pada penyesalan-penyesalan yang
keterlaluan apalagi meratapi nasib akan berakibat buruk terhadap tingkat
percaya diri yang bisa membuat kehilangan semagat hidup.
3. Membicarakan kelebihan orang lain
Kelebihan orang
lain dapat memotivasi kita untuk berbuat hal yang sama jika kita dan lingkungan
menganggapnya sebagai sesuatu yang baik dan layak ditiru. Tapi jika terlalu
berlebihan dan sampai mengidolakan apalagi sampai mengkultuskan seseorang akan
berakibat tidak sehat untuk jiwa.
4. Membicarakan kekurangan orang lain
Topik ini
merupakan yang paling senang dibicarakan orang dimana. Infotainment yang memuat
berbagai skandal dan kebobrokan moral sangat digemari dan mempunyai rating yang
tinggi. Pembicaraan ini yang lebih populer disebut gosip, gunjing atau ghibah
sering menjadi topik sehari-hari dan sebagian dari kita sangat senang dan
bahkan menikmati pembicaraan ini. Alangkah bijaksananya jika kita menyikapi
fenomena ini sebagai ajang introspeksi bukannya malah menu utama untuk
dijadikan pembicaraan hangat setiap harinya.
Banyak
sekali pepatah dan ungkapan bijak yang mengingatkan kita untuk lebih
berhati-hati dalam bertutur kata agar kita tidak terlibat dalam pembicaraan
yang mengandung dosa. Jika tidak terlalu penting “Silent is Gold”
sangat bijak diterapkan. Ataupun kalau harus ada kata-kata yang hendak
disampaikan pilihlah kata-kata yang tepat, jangan sampai menyakiti perasaan
orang lain yang mendengarnya karena “Kata-kata bisa lebih tajam dari pedang”.
Komunikasikanlah sesuatu dengan kata-kata yang tepat dan dengan cara yang baik
jangan sampai menjadi bumerang bagi diri sendiri sebagaimana ungkapan “Mulutmu
harimaumu akan menerkam kepalamu”. Apalagi kalau kata-kata yang diucapkan
merupakan ucapan yang tidak benar atau berupa kebohongan dan sampai menimbulkan
fitnah karena “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan”. Alangkah besar
dampak suatu kebohongan yang dituduhkan pada orang lain bahkan lebih buruk dari
menghilangkan nyawa sekalipun. Jadi, walau “lidah tak bertulang” tapi
pengaruhnya sangat besar pada keharmonisan hubungan antar sesama manusia.
Jagalah lisan, perhatikan etika ketika berbicara, semoga kita semua menjadi
lebih bijaksana karenanya.[14]
E.
Etika
Seorang Guru
Seorang guru adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang
yang memikul tanggung jawab untuk membimbing”. Pendidik tidak sama dengan
pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada
murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila
ia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang
diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab
menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk
kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.
Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali
menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Tulisan
berikut ini merupakan kutipan yang diambil oleh penulis dari buku Abuddin Nata
ketika menjelaskan kriteria guru yang baik dari kitab Ihyaa Ulumuddin yang
merupakan karya monumental Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Sengaja
kutipan di bawah ini diberi sedikit komentar untuk lebih memperjelas maksud
yang hendak disampaikan.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas
mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang
baik akhlaknya dan kuat fisiknya Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki
berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia
dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya
ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak
muridnya.
Selain sifat-sifat umum yang harus dimiliki guru sebagaimana
disebutkan di atas, seorang guru juga harus memiliki sifat-sifat khusus atau
tugas-tugas tertentu sebagai berikut:
1. Pertama, Jika praktek mengajar merupakan keahlian dan profesi dari
seorang guru, maka sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih
sayang. Sifat ini dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya
diri dan rasa tenteram pada diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada
gilirannya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk menguasai ilmu
yang diajarkan oleh seorang guru.
2. Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi
setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas
jerih payahnya mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW. yang
mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat
bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta
dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada
muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina
mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah
SWT. Namun hal ini bisa terjadi jika antara guru dan murid berada dalam satu
tempat, ilmu yang diajarkan terbatas pada ilmu-ilmu yang sederhana, tanpa
memerlukan tempat khusus, sarana dan lain sebagainya. Namun jika guru yang
mengajar harus datang dari tempat yang jauh, segala sarana yang mendukung
pengajaran harus diberi dengan dana yang besar, serta faktor-faktor lainnya
harus diupayakan dengan dana yang tidak sedikit, maka akan sulit dilakukan
kegiatan pengajaran apabila gurunya tidak diberikan imbalan kesejahteraan yang
memadai.
3. Ketiga, seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai
pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar di hadapan murid-muridnya. Ia tidak
boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum
menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia juga tidak boleh membiarkan waktu
berlalu tanpa peringatan kepada muridnya bahwa tujuan pengajaran itu adalah
mendekatkan diri kepada Allah SWT,. Dan bukan untuk mengejar pangkat, status
dan hal-hal yang bersifat keduniaan. Seorang guru tidak boleh tenggelam dalam
persaingan, perselisihan dan pertengkaran dengan sesama guru lainnya.
4. Keempat, dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan
cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan
sebagainya. Dalam hubungan ini seorang guru hendaknya jangan mengekspose atau
menyebarluaskan kesalahan muridnya di depan umum, karena cara itu dapat
menyebabkan anak murid yang memiliki jiwa yang keras, menentang, membangkang
dan memusuhi gurunya. Dan jika keadaan ini terjadi dapat menimbulkan situasi
yang tidak mendukung bagi terlaksananya pengajaran yang baik.
5. Kelima, seorang guru yang baik juga harus tampil sebagai teladan
atau panutan yang baik di hadapan murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang
guru harus bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Seorang
guru hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau
spesialisasinya. Kebiasaan seorang guru yang mencela guru ilmu fiqih dan guru
ilmu fiqih mencela guru hadis dan tafsir, adalah guru yang tidak baik.
6. Keenam, seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip
mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan
memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya itu.
Dalam hubungan ini, Al-Ghazali menasehatkan agar guru membatasi diri dalam
mengajar sesuai dengan batas kemampuan pemahaman muridnya, dan ia sepantasnya
tidak memberikan pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal muridnya,
karena hal itu dapat menimbulkan rasa antipati atau merusak akal muridnya.
7. Ketujuh, seorang guru yang baik menurut Al-Ghazali adalah guru yang
di samping memahami perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga
memahami bakat, tabiat dan kejiawaannya muridnya sesuai dengan tingkat
perbedaan usianya. Kepada murid yang kemampuannya kurang, hendaknya seorang
guru jangan mengajarkan hal-hal yang rumit sekalipun guru itu menguasainya.
Jika hal ini tidak dilakukan oleh guru, maka dapat menimbulkan rasa kurang
senang kepada guru, gelisah dan ragu-ragu.
8. Kedelapan, seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh
kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya
sedemikian rupa. Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru
jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip yang
dikemukakannya. Sebaliknya jika hal itu dilakukan akan menyebabkan seorang guru
kehilangan wibawanya. Ia akan menjadi sasaran penghinaan dan ejekan yang pada
gilirannya akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan dalam mengatur
murid-muridnya. Ia tidak akan mampu lagi mengarahkan atau memberi petunjuk
kepada murid-muridnya.[15]
Dari delapan sifat guru yang baik sebagaimana dikemukakan di
atas, tampak bahwa sebagiannya masih ada yang sejalan dengan tuntutan
masyarakat modern. Sifat guru yang mengajarkan pelajaran secara sistematik,
yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya sebelum bagian terdahulu dikuasai,
memahami tingkat perbedaan usia, kejiwaan dan kemampuan intelektual siswa,
bersikap simpatik, tidak menggunakan cara-cara kekerasan, serta menjadi pribadi
panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang tetap sejalan dengan tuntutan
masyarakat modern.
F.
Etika Pergaulan Guru
a. Etika pergaulan
Etika pergaulan yaitu sopan santun/tata krama dalam
pergaulan yang sesuai dengan situasi dan keadaan serta tidak melanggar
norma-norma yang berlaku baik norma agama, kesopanan, adat, hukum dan
lain-lain. Etika pergaulan harus diperhatikan karena beberapa hal, yaitu:
1. Manusia dituntut untuk saling
berhubungan, mengenal dan membantu.
2. Agar tingkah laku kita diterima dan
disenangi oleh siapa saja yang bergaul dengan kita.
3. Tata krama dan tingkah laku
sehari-hari merupakan cermin pribadi kita sendiri
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pergaulan
1.
Pandai menempatkan diri
2.
Dapat membedakan bagaimana sikap kita terhadap orang yang
lebih tua, sebaya, dan yang lebih muda. Misalnya :
a. Orang yang lebih tua / yang dituakan
harus kita hormati.
b. Orang yang sebaya harus dihargai
c. Orang yang lebih muda harus
disayangi.
Beberapa contoh sopan santun dalam
pergaulan:
1. Dalam berbicara
2. Dalam berkenalan
3. Dalam menelpon
4. alam menegur / memberi hormat
5.
Dalam bertamu
6. Dalam berpakaian
7. Dalam surat-menyurat.
b.
Tata krama dalam pergaulan
Tata krama dalam pergaulan merupakan
aturan kehidupan yang mengatur. hubungan antar sesama manusia. Tata krama
pergaulan berkaitan erat dengan etiketatau etika. Kata etiket berasal dari
bahasa perancis Etiquette yang berarti tata carabergaul yang baik, dan etika
berasal dari bahasa latin Ethic merupakan pedoman carahidup yang benar dilihat
dari sudut Budaya, Susila dan Agama.
Dasar - dasar etiket terdiri dari :
1. Bersikap sopan dan ramah kepada
siapa saja.
2. Memberi perhatian kepada orang lain.
3. Berusaha selalu menjaga perasaan
orang lain.
4. Bersikap ingin membantu.
5. Memiliki rasa toleransi yang tinggi.
6. Dapat menguasai diri, mengendalikan
emosi dalam situasi apapun.
Jadi pada prinsipnya dalam etiket
anda harus Selalu berusaha untuk menyenangkanorang lain (Always wants to
please anybody). Manfaat etiket dalam kehidupan seorang manusia adalah:
1. Membuat anda menjadi disegani,
dihormati, disenangi orang lain.
2. Memudahkan hubungan baik anda dengan
orang lain (Better Human Relation).
3. Memberi keyakinan pada diri sendiri
dalam setiap situasi.
4. Menjadikan anda dapat memelihara
suasana yang baik dalam berbagailingkungan, baik itu lingkungan keluarga,
pergaulan, dan sekolah.[16]
G.
Etika Bertingkah Laku Seorang guru
Sikap merupakan sesuatu yang
dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi
serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap mengandung
tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan tingkah laku.
Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek dan sikap terhadap objek ini disertai
dengan perasaan positif dan negatif. Sikap dari seorang guru adalah salah satu
faktor yang menentukan bagi perkembangan jiwa anak didik selanjutnya. Karena
sikap seroang guru tidak hanya dilihat dalam waktu mengajar saja, tetapi juga
dilihat tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari oleh anak didiknya. Pada
saat ini banyak sikap dari seorang guru yang tidak lagi mencerminkan sikapnya
sebagai seorang pendidik karena adanya berbagai factor yang mestinya tidak terjadi
dalam dunia pendidikan. Lantas bagaimanakah sikap yang baik seorang guru agar
tercipta anak didik yang menjadi manusia seutuhnya. Karena salah satu tugas
guru memanusiakan manusia. Dibawah ini akan dipaparkan beberapa pendapat
mengenai sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru.
Abdul Kadir Munsyi, M. Nasyai Hasyim
dan Mukhrim mengartikan sikap dengan gerak anggota tubuh guru pada waktu
mengajar. Menurut mereka sikap guru yang baik adalah:
1. Guru bersikap wajar (tidak dibuat-buat)
2. Guru tidak berlagak seperti gembala
yang memelihara kambingnya
3. Guru tidak menganggap murid sebagai
musuhnya
4. Guru tidak bergerak kaku atau meniru
guru-guru yang lain yang sukses, tetapi bergeraklah sewajarnya apa adanya
sesuai dengan kepribadian kita masing-masing.
5. Guru boleh bergerak bebas, tidak
merasa takut asal sopan.
6. Guru jangan seperti patung, hanya diam
diri dalam satu tempat. Kelas adalah kepunyaan guru dan murid-murid
bersama,.berdirilah pada tempat dimana semua kelas dapat melihat dan
mendengarkan suara guru.
7. Pada waktu ujian atau tes guru
jangan bersikap seperti polisi yang mengawasi maling atau seperti kucing
mengintai tikus, bersikaplah santai tapi waspada.
Guru yang baik menurut Alvin W.
Howard dalam bukunya Teaching in Miedle School, yang dikutip oleh Jasi
Muhammad, harus memiliki sikap sebagai berikut:
1. Guru harus bersikap respek terhadap
apa yang sedang terjadi disekitarnya
2. Antusias, baik terhadap vaknya,
kelasnya, tugasnya dan sesama yang berhubungan dengan hal mengajar
3. Guru harus berbicara jelas, pasti
dan dapat menghubungkan dirinya dengan murid-muridnya
4. Tertarik kepada murid sebagai individu
5. Memiliki pengetahuan dan sumber yang
cukup
6. Tidak bertindak sarkatis dan kasar
7. Tidak pilih kasih didalam kelas
8. Harus menghindari kemalasan dan
ketidaktetapan waktu datang kesekolah.
Menurut M. Ngalim Purwanto, sikap
yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah:
1. Guru harus bersikap adil
2. Guru harus percaya dan suka kepada
murid-muridnya
3. Guru harus sabar dan rela berkorban
4. Guru harus mempunyai pembawaan (gezag)
terhadap anak didiknya
5. Guru harus bersikap baik terhadap
teman-temannya dan masayarakat.
Menurut
Nana Sujana seorang guru harus bersikap:
1. Menghargai pekerjaannya sebagai
seorang guru
2. Mencintai dan memiliki perasaan
senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya
3. Bersikap toleransi terhadap sesama
teman profesinya
4. Memiliki kemampuan yang keras untuk
meningkatkan hasil pekerjaannya.
Menurut KH. M. Hasyim Ash’ari, sikap
yang harus dimiliki seorang guru adalah:
1. Guru harus membangun niat dan tujuan
yang luhur demi mencari ridlo Allah
2. Guru hendaknya bersabar dan tidak
menyurutkan semangat dalam memberikan pengajaran kepada siswanya
3. Guru memberikan nasihat kepada anak
didiknya akan pentingnya memiliki niat yang tulus dalam belajar
4. Guru hendaknya memberi dorongan
kepada para siswanya agar tekun dan bersungguh-sungguh didalam belajar serta
mengatur waktu dengan baik
5. Guru harus mencintai para siswanya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, berusaha memenuhi kemaslahatan
siswanya, serta memperlakukan mereka dengan baik sebagaimana ia memeperlakukan
anak-anaknya sendiri yang amat disayanginya
6. Guru hendaknya bersabar dalam
menghadapi kekurangan dan ketidak sempurnaan anak didiknya dalam beretika
7. Guru mendididik dan memberi
pelajaran kepada anak didiknya dengan penjelasan yang mudah dipahami. Sesuai
dengan kemampuan mereka
8. Guru bersungguh-sungguh dalam
memberikan pengajaran dan pemahaman kepada anak didiknya
9. Guru memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada anak didiknya melalui latihan, dan tidak
segan-segan memberikan hadiah kepada siswa yang mampu menjawab pertanyaan
dengan benar
10. Guru memberi motivasi agar siswa
tetap tekun dan meningkatkan belajarnya
11. Guru mampu menyelami kondisi dan
pemahaman serta perkembangan pemikiran anak didiknya sebelum memberi materi
lebih lanjut
12. Guru bersikap adil, tidak pilih
kasih atau membedakan antara siswa yang satu dengan yang lainnya
13. Guru memberikan kasih sayang dan
perhatian terhadap siswanya
14. Guru membiasakan diri sekaligus
memberikan contoh kepada siswa tentang cara bergaul yang baik, seperti
mengucapkan salam, berbicara baik dan sopan, tolong-menolong, dan lain
sebagainya
Sikap-sikap guru yang baik dalam mengajar menurut Sungging Handoko
adalah:
1. Sikap berpakaian
Sebaiknya
seorang guru berpakaian sopan, sederhana tetapi terpelihara. Jangan mengenakan
celana napoleon atau bergaun you can see dimuka kelas, jangan berpakaian mewah
atau gemerlap.
2. Sikap dimuka kelas
a. guru harus bersikap tegas dan
bijaksana, agar suasana kelas menjadi tenang dan kegiatan belajar- mengajarpun
berjalan dengan lancar
b. jangan terlalu banyak menggunakan
gerak tangan waktu berbicara
c. jangan berbicara terlalu keras dan
jangan pula berbicara terlalu pelan atau lemah
d. bergeraklah dengan tangan dan
berbicaralah dengan suara yang sedang dan jangan rebut
e. bergembiralah selalu
f. tunjukanlah semua pertanyaan kepada
semua siswa dan baru kemudian tunjuklah seseorang murid untuk menjawab
g. berani memandang tiap-tiap murid
(matanya)
h. jangan bersikap putus asa
i.
usahakanlah murid-murid bekerja sendiri
j.
ciptakanlah suasana kelas yang baik
k. jangan memberi hukuman badan
3. Sikap sabar
a. Guru harus bersabar dalam mehadapi
murid-muridnya, tanpa menggunakan emosi dalam bertindak terhadap anak didiknya.
b. Sikap yang mengejek murid
Guru tidak mengejek, mencela,
mengeluarkan kata-kata kasar yang dapat mematahkan semangat belajar murid,
karena hal itu akan memperhambat kemajuan potensi dalam diri anak.
c. Sikap yang lekas marah harus
dihindari oleh guru, karena hal itu akan menimbulkan hal yang tidak baik.
d. Sikap yang memberi hukuman badan
Menurut peraturan sekolah, guru
dilarang memberi hukuman badan, umpamanya memukul, menendang, melempar benda
keras, dll, karena hal itu dapat menimbulkan rasa tidak senang dalam diri anak
didik terhadap gurunya, serta timbul rasa takut terhadap guru.
e. Bersikap jujur dan adil
Sebagai seorang guru barlakulah
jujur dan adil, jangan membedakan antara murid yang satu dan yang lain.
Bertindak jujurlah terhadap anak didiknya dan orang lain.
f. Sikap yang memberi larangan
Guru yang baik janganlah melarang,
sebab biasanya perintahnya akan dianggap sebagai ancaman bagi anak didik.
Larangan yang terlalu banyak dapat menimbulkan kemungkinan besar anak didik
melanggar peraturan tanpa disadari oleh murid-muridnya.
g. Sikap guru yang bertanggung jawab
Seorang guru harus dapat bertanggung
jawab demi masa depan perkembangan anak didiknya. Bila seorang guru tidak
mempunyai rasa tanggung jawab akan banyak memepengaruhi perkembangan pada diri
anak didik.
Sikap yang baik seorang guru menurut
Ngalim Purwanto, adalah:
Adil, Percaya dan suka kepada murid-muridnya, Sabar dan rela berkorban, Penggembira, Bersikap baik terhadap guru-guru lainnya, Bersikap baik terhadap masyarakat, Menyukai mata pelajaran yang disampaikannya.
Adil, Percaya dan suka kepada murid-muridnya, Sabar dan rela berkorban, Penggembira, Bersikap baik terhadap guru-guru lainnya, Bersikap baik terhadap masyarakat, Menyukai mata pelajaran yang disampaikannya.
Sikap yang harus dihindari oleh
seorang guru dalam nenyanpaikan materi pelajaran pada anak didiknya, menurut
S.Nasution adalah:
1. Sikap otoriter
Sikap
otoriter merupakan sikap yang selalu mengatur perbuatan anak, menggunakan
paksaan dan hukuman, tidak mendidik anak menjadi manusia merdeka yang
demokratis yang sanggup berdiri sendiri, sanggup memilih atas tanggung jawab
sendiri. Hal ini menyebabkan anak akan bergantung pada orang lain, bila diberi
kebebasan anak tidak dapat menggunakan dengan baik karena biasa diatur oleh
orang lain.
2. Sikap permissive
Sikap permissive
merupakan sikap lunak yang memberi kebebasan yang berlebihan kepada anak untuk
berkembang sendiri. Hal ini sebenarnya tidak memberi bimbingan kepada anak dan
dengan demikian sebenarnya tidak mendidik anak. Padahal sebenarnya pendidikan
memerlukan pimpinan dan bimbingan dari pendidik. Sikap permissive ini merupakan
kebalikan dari sikap otoriter.
3. Sikap riil
Sikap
pendidik hendaknya jangan terlampau otoriter atau terlampau permissive akan
tetapi bersikaplah realistis. Pendidikan memerlukan kebebasan akan tetapi juga
pengendalian. Anak didik harus diberi kebebasan yang cukup tanpa diawasi ketat
oleh guru. Sikap riil ini tidak terlalu otoriter dan tidak permissive.
H.
Tugas Dan Tanggung Jawab Guru
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang guru mempunyai
tanggung jawab yang utama. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan
tanggung jawab moril yang cukup berat. Behasilnya pendidikan pada siswa sangat
tergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Masalah
utama pekerjaan profesi adalah implikasi dan konsekuensi pekerjaan tersebut
terhadap tugas dan tanggungjawabnya.
Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari baik sebagai
pengajar (instructional function)
maupun sebagai pendidik (educational
function), ia akan selalu menghadapi problema-problema. Misalnya saja
problema dalam mengajar, secara proses problema tersebut akan selalu muncul
pada tiga periode, yaitu periode sebelum aktivitas mengajar (preinstructional activities), periode
aktivitas mengajar (instructional
activities), dan periode setelah aktivitas mengajar (postinstructional).[17]
Tugas guru bukan saja menyangkut kegiatannya di
dalam kelas atau sekolah, melainkan harus pula melakukan hal-hal atau
melaksanakan seperangkat tingkah laku sehubungan dengan kedudukannya sebagai
guru. Menurut Peters[18]
yang dikutip Akmal Hawi, tugas dan tanggung jawab guru adalah: 1) sebagai
pengajar; 2) sebagai pembimbing; 3) sebagai administrasi kelas.
Sedangkan menurut Armstrong, tugas dan tanggung
jawab guru ada 5, yaitu: 1) tanggung jawab pengajaran; 2) tanggung jawab
memberikan bimbingan; 3) tanggung jawab mengembangkan kurikulum; 4) tanggung
jawab mengembangkan profesi; 5) tanggung jawab dalam membina hubungan dengan
masyarakat.
Sedangkan menurut Moh. Uzer Isman, guru memiliki
banyak tugas baik yang terikat oleh dinas (bentuk pengabdian). Ada 3 jenis
tugas guru, yaitu:
1. Tugas
dalam bidang profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih.
2. Tugas
guru dalam bidang kemanusiaan, guru harus dapat menjadikan dirinya sebagai
orang tua kedua.
3. Tugas
guru dalam bidang kemasyarakatan, dimana guru berkewajiban mendidik dan
mengajar masyarakat untuk menjadi warga Negara Indonesia yang bermoral
Pancasila serta menceradaskan bangsa Indonesia.
Sedangkan menurut Piet.
A . Sahertian dkk, tugas guru dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Tugas
professional
Tugas
professional menjadikan guru memiliki peranan profesi. Diantara yang termasuk
peranan professional adalah: a) gruu menguasai pengetahuan; b) guru menguasai
psikologi anak; c) guru sebagai penanggungjawab disiplin anak, penilai dan
konselor terhadap kegiatan siswa; d) guru sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat.
2. Tugas
Personal
Tugas guru
sebagai pemberi contoh dan mampu menampakkan sosok seorang guru yang baik yang
memiliki konsep dan pribadi yang baik.
3. Tugas
sosial
Seorang guru
harus punya komitmen terhadap masyarakat dalam peranannya sebagai agen pembaharuan.
Tugas
dan peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan pada hakikatnya
tugas guru merupakan komponen strategis yang memiliki peran yang penting dalam
menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Keberadaan guru merupakan faktor yang
penting dalam suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh yang lain.
Masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat dalam masyarakat yakni ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani (di depan memberi suri tauladan, ditengah-tengah
membangun dan dibelakang memberi dorongan dan motivasi).
Menurut
Cece Wijaya tanggung jawab guru meliputi bidang moral, pendidikan di sekolah,
bidang kemasyarakatan dan bidang keilmuan.
Sedangkan
menurut Oemar Hamalik tanggung jawab guru meliputi:
1. Menuntut
murid belajar
2. Turut
serta membina kurikulum di sekolah
3. Melakukan
pembinaan terhadap diri siswa
4. Memberikan
bimbingan
5. Melakukan
diagnosa kesulitan belajar dan kemajuan belajar
6. Menyelenggarakan
penelitian
7. Mengenal
masyarakat dan ikut serta aktif menyukseskan pembangunan
8. Membangun
terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia
9. Menghayati,
mengamalkan dan mengamankan Pancasila
10. Meninggikan
professional guru
Disamping
itu ilmuwan muslim juga mengemukakan beberapa tugas guru. Menurut Abdullah Uhran
tugas guru ialah melaksanakan pendidikan ilmiah, karena ilmu mempunyai pengaruh
terhadap pembentukan kepribadian dan emansipasi harkat manusia. Tugas guru
merupakan kelanjutan dan kesamaan dengan tugas orang tua. Tugas pendidik muslim
umumnya yaitu memberi pendidikan yang berwawasan manusia seutuhnya.
Menurut
Abdurrahman Al-Nahlawi, guru hendaknya mencontoh peranan yang dilakukan Nabi.
Tugas mereka yang pertama ialah mengkaji dan mengajarkan ilmu Ilahi sesuai
dengan ayat Alquran surat Ali-Imran ayat 79.
$tB tb%x. @t±u;Ï9
br&
çmuŠÏ?÷sムª!$# |=»tGÅ3ø9$# zNõ3ßsø9$#ur no§qç7–Y9$#ur
§NèO tAqà)tƒ Ĩ$¨Z=Ï9 (#qçRqä.
#YŠ$t6Ïã ’Ík< `ÏB Èbrߊ
«!$# `Å3»s9ur
(#qçRqä. z`¿ÍhŠÏY»u‘ $yJÎ óOçFZä. tbqßJÏk=yèè? |=»tGÅ3ø9$# $yJÎur
óOçFZä. tbqß™â‘ô‰s?
ÇÐÒÈ
Artinya:
“Tidak wajar bagi
seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian,
lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata):
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu
mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali-Imran: 79).
Secara
umum menurut Abdurrahman al-Nahlawi tugas guru adalah:
a. Tugas
pensucian, yaitu mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat
mendekatkan dirikepada Allah, menjauhkannya dari keburukan dan menjaga agar
tetap dalam fitrahnya
b. Tugas
pengajaran, yaitu menyampaikan berbagai pengetahuan terhadap peserta didik
untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.
Menurut Piet. A.
Sahertian, tanggung jawab guru tidak hanya menekankan pada aspek kognitif
tetapi juga pada aspek kepribadian anak misalnya mendidik anak disiplin,
tanggung jawab dan kemandirian.
Dari beberapa pendapat
di atas maka dapat disimpulkan bahwa tugas dan tanggung jawab guru meliputi
tugas disekolah dan diluar sekolah. Tugas disekolah berkaitan dengan peran dan
posisi guru di tengah masyarakat. Sedangkan tanggung jawab guru selain
memberikan pengetahuan juga menanamkan aspek kepribadian pada diri peserta didik.
I.
Peran Guru
Adanya
perkembangan baru dalam proses belajar mengajar membawa konsekuensi guru untuk
meningkatkan peranannya dan kompetensinya. Guru yang kompeten akan lebih mampu
mencitakan lingkungan belajar yang efekif dan mengelola kelasnya sehingga hasil
belajar siswa berada pada tingkat optimal. Kunci pokok pelajaran itu ada pada
seorang guru (pengajar). Tetapi ini bukan berarti dalam proses pengajaran hanya
guru yang aktif, sedang peserta didik pasif.
Pengajaran
menuntut keaktifan kedua pihak yang sama-sama menjadi subjek pengajaran. Agar
lalu lintas pengajaran bisa berjalan lancar, teratur dan terhindar dari
beberapa hambatan yang berakibat pada stagnasi pengajaran, pengajaran yang
tidak lancar dan teratur, serta kemungkinan-kemungkinan lain, seperti fasilitas
peserta didik, ketidaksesuian penerapan metode, ketidakpahaman terhadap materi
keterasingan peserta didik dalam suatu kelas pengajaran, dan lain-lainnya, maka
seorang guru harus mengerti, memahami dan menghayati berbagai prinsip
pengajaran sekaligus mengaplikasikannya pada waktu dia melaksnakan tugas
mengajar.
Prinsip-prinsip
tersebut sangat berkaitan dengan segala komponen pengajaran, baik yang
menyangkut apa dan begaimana peran guru dalam pengajaran, kea rah mana
sebenarnya pengajaran harus dilaksanakan, menyangkut apa, mengapa dan bagaimana
supaya peserta didik dapat terlibat aktif dalam pengajaran. Adapun
prinsip-prinsip pengajaran itu meliputi:[19]
a. Prinsip
aktivitas.
Belajar yang
berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun
psikis.
b. Prinsip
motivasi.
Suatu aktivitas
belajar sangat lekat dengan motivasi perubahan suatu motivasi akan mengubah
pola wujud, bentuk dan hasil belajar.
c. Prinsip
individualitas
Perkembangan
individualitas merupakan suatu proses yang kreatif. Dalam proses individu harus
memainkan peranan yang aktif, selalu mengadakan aksi dan reaksi yang bertujuan
terhadap lingkungannya.
d. Prinsip
lingkungan
Ada dua macam
cara menggunakan lingkungan sebagai sumber pengajaran atau belajar: 1) membawa
peserta didik dalam lingkungan dan masyarakat untuk keperluan pelajaran (karya
wisata, servis projek, school camping, interview, survey). 2) membawa
sumber-sumber dari masyarakat ke dalam kelas pelajaran untuk kepentingan
pelajaran (resort respon, benda-benda, seperti pameran atau koleksi).
e. Prinsip
konsentrasi
Upaya untuk
mendorong peserta didik agar konsentrasi (memusatkan perhatiannya) dan
melakukan suatu penyelidikan serta menentukan sesuatu yang dapat digunakan
kelak untuk kehidupan di dalam masyarakat, maka pada setiap pengajaran, guru
dituntut untuk dapat mengatur atau mengelola pelajaran sedemikian rupa.
f. Prinsip
kebebasan
Setiap peserta
didi harus dapat mengembangkan diri dengan bebas. Untuk itu mereka harus
dibimbing sedemikian rupa sehingga mereka akan sanggup mandiri. Guru yang telah
menguasai peserta didik dan memaksakan kehendaknya pada mereka, akan berdampak
terhadap peserta didik menjadi individu yang selalu dependen pada orang lain
dan inisiatifnya menjadi beku.
g. Prinsip
peragaan
Ada dua macam
peragaan: 1) peragaan langsung, misalnya guru membawa alat-alat atau
benda-benda ke dalam kelas pengajaran dan di tunjukkan kepada peserta didik
atau membawa mereka ke laboratorium, pabrik-pabrik, kebub binatang, dsb; 2)
peragaan tidak langsung, misalnya gambar-gambar, foto-foto, film, dsb.
h. Prinsip
kerja sama
Kerja sama atau
kooperatif merupakan lawan dari persaingan. Dalam kehidupan sehari-hari kerja
sama dan persaingan sering terlihat di dalam kelas. Untuk membentuk individu
peserta didik menjadi manusia yang demokratis, guru harus menekankan
pelaksanaan prinsip kerja sama atau kerja kelompok. Ada dua jenis kerja
kelompok menurut william burton. 1) kerja kelompok untuk memecahkan suatu
proyek atau masalah. 2) diskusi kelompok, untuk memecahkan suatu masalah yang
menimbulkan berbagai pendapat.
i.
Prinsip apersepsi
Seriing disebut
“batu loncatan”, maksudnya sebelum pengajaran dimulai untuk menyajikan bahan
pelajaran baru, guru diharapkan dapat menghubungkan lebih dahulu bahan
pelajaran (pengajaran) sebelumnya/kemarin yang menurut guru telah dikuasai
peserta didik. Apersepsi ini dapat disajikan melalui pertanyaan untuk
mengetahui apa peserta didik masih ingat/lupa, sudah dikuasai/belum, hasilnya
untuk menjadi titik tolak dalam memulai pelajaran yang baru.
j.
Prinsip korelasi
Korelasi (saling
berkaitan) akan melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga akan tumbuh dan
bangkit minat peserta didik terhadap pengajaran. Pengajaran yang dihubungkan dengan
masalah-masalah kehidupan keseharian individu maupun dihubungkan dengan
bidang-bidang lain yang bisa dikaitkan akan menjadikan sesuatu yang baru dan
berguna bagi peserta didik.
k. Prinsip
efisiensi dan efektifitas
Suatu pengajaran
yang baik adalah apabila proses pengajarn itu menggunakan waktu yang cukup
sekaligus dapat membuahkan hasil (pencapaian tujuan instruksional) secara lebih
tepat dan cermat serta optimal. Waktu pengajaran yang sudah ditentukan sesuai
dengan bobot materi pelajaran maupun capaian tujuan instruksionalnya diharapkan
dapat memberika sesuatu yang berharga dan berhasil guna bagi peserta didik.
Disini pernanan metode sangat menentukan.
l.
Prinsip globalitas
Menurut prinsip globalitas/integralitas
bahwa keseluruhan adalah menjadi titik awal pengajaran. Peserta didik selalu
mengamati keseluruhan lebih dahulu baru kemudian bagian-bagiannya. Disini
pendekatan deduktif lah yang ditekankan yaitu mengenalkan pengajaran kepada
peserta didik yang dari pengertian/penjelasan yang umum kepada yang khusus,
dari kaidah-kaidah umum kepada kaidah-kaidah yang khusus, dari yang global
kepada yang spesifik, dari pengenalan sistem kepada elemen-elemen sistem.
m. Prinsip
permainan dan hiburan
Para sarjana pendidikan berpandangan
bahwa, pada dasarnya setiap individu didik atau peserta didik itu sangat
membutuhkan permainan dan hiburan setelah selesai belajar. Kelas pengajaran
yang diliputi oleh suasana hening, sepi, serius dan penuh konsentrasi terhadap
pelajaran, maka akibat yang tidak disadari menjadikan induvidu merasa
kelelahan, bosan, capek, butuh refresing, istirahat, rekreasi, dan semacamnya.
Sedangkan menurut Ahmad
Rohani[20]
yang dikutip oleh Akmal Hawi peran guru adalah ganda yakni sebagai pengajar dan
pendidik. Sedangkan menurut Sudirman AM, peranan guru adalah:
1. Karakter,
guru harus dapat membedakan nilai yang baik dan man nilai yang buruk.Semua
nilai yang baik harus guru pertahankan dan nilai yang buruk harus disingkirkan
dari watak dan jiwa anak didik.
2. Inspirator,
guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik. Guru
harus dapat memberi petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik.
3. Informator,
pelaksana cara mengajar infomatif
4. Organisator,
pengelola kegiatan akademik
5. Motivator,
meningkatkan kegiatan dan pengembangan kegiatan belajar siswa
6. Pengasuh/director,
membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan
7. Inisiator,
pencetus ide dalam proses belajar mengajar
8. Transmitter,
penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan
9. Fasilitator,
memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar
10. Mediator,
penengah dalam kegiatan belajar mengajar
11. Evaluator,
menilai prestasi anak didik dalam bidang akademis maupun tingkah laku.
12. Pengelola
kelas, agar anak didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk
senantiasa belajar di dalamnya.
13. Supervisor,
guru dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses
pengajaran.
Adapun peran
guru menurut beberapa ahli, diantaranya adalah.
a. Guru
Sebagai Pengajar
Salah satu tugas guru adalah sebagai pengajar. Secara umum tugas mengajar
dijelaskan sebagai tugas membantu siswa agar mereka dapat belajar dan akhirnya
dapat mengerti bahan yang sedang dipelajari secara benar. Dengan demikian maka
siswa semakin bertambah pengetahuan mereka.[21]
b. Guru
Sebagai Pendidik
Peran seorang guru selanjutnya adalah
sebagai seorang pendidik. Sebagai
pendidik, guru diharapkan dapat membantu siswa berkembang menjadi pribadi yang
baik benar. Bila dengan mengajar, guru membantu siswa menjadi orang cerdas atau
pandai; dengan mendidik guru membantu siswa menjadi orang yang baik.
c. Guru
Sebagai Teladan Hidup
Guru dapat menjadi teladan dalam semua
nilai kebaikan yang diajarkan mereka. Tetapi dalam situasi pendidikan Indonesia
sekarang ini, yang sedang membangun nilai budaya demokrasi dan penghargaan
terhadap manusia, ada beberapa nilai yang kiranya perlu ditekankan dalam
keteladanan guru. Beberapa nilai itu antara lain sebagai berikut:
1. Nilai
demokrasi, guru diharapkan menjadi teladan dalam bersikap demokrasi seperti
sikap tidak diskriminatif, sikap menerima usulan dari siswa, terbuka terhadap
gagasan siswa, sikap menerima perbedaan pendapat dengan siswa ataupun orang
lain.
2. Nilai
kejujuran, guru diharapkan berlaku jujur dalam mengajar, dalam mengoreksi
pekerjaan siswa, dalam memberikan nilai kepada siswa.
3. Nilai
disiplin, diharapkan berlaku disiplin sendiri yang terlihat dalm ketepatan
waktu mengajar, koreksi, menaati peraturan sekolah, perencanaan kurikulum dan
bahan.
4. Penghargaan
hak asasi orang, guru diharapkan dapat menjadi teladan dalam menghargai hak
orang lain baik dalam bicara maupun dalam tingkah lakunya. Hak anak dihargai,
hak masyarakat dihargai. Hak anak didik untuk mendapatkan penjelasan dipenuhi,
kebebasan anak didik dalam berpendapat dihargai.
5. Teladanan
dalam keterbukaan dan kerjasama, guru diharapkan juga menjadi teladan dalam
sikap keterbukaan terhadap siswa, terhadap gagasan orang lain, terhadap nilai
yang baru.
6. Rasionalitas,
guru diharapkan menjadi teladan dalam penilaian nasional dan pemikiran
rasional. Tidak mudah emosi dalam penilaian banyak kasus, tetapi tetap tenang
dan rasional dengan segala alasan yang dapat diungkapkan.
7. Hidup
bermoral dan beriman, hal yang juga ingin dilihat siswa adalah apakah gurunya
sungguh bermoral baik dan beriman akan Allah. Tindakan sepeti pelecehan
seksual, korupsi, penipuan jelas tidak diharapkan terjadi pada guru.
8. Nilai
sosial, guru yang asocial, egois dan hanya mencari senang dan enak serta
keinginan sendiri, jelas merupakan teladan yang tidak baik bagi siswa. Kepekaan
guru terhadap siswa yang sakit, teman guru yang sakit, peristiwa buruk yang
dihadapi masyarakat, menjadi teladan kepekaan siswa juga.
9. Nilai
tanggung jawab, siswa akan sangat dibantu bila melihat gurunya sungguh
bertanggungjawab terhadap tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Bila siswa
dapat merasakan bahwa gurunya menyiapkan dengan baik bahan, memperlakukan siswa
secara baik, ikut prihatin terhadap apa yang dialami siswa, mereka akan sangat
terbantu. Bila guru lari dari tanggung jawab, siswa akan merasakan akibatnya.
10. Nilai
daya juang, banyak siswa sekarang ini kurang daya juang. Mereka mudah menjadi
putus asa bila menghadapi kesulitan dalam belajar atau dalam berteman. Guru
yang punya daya juang besar, yang dapat dilihat dan dirasakan anak didik, akan
membantu anak didik memperteguh daya juang mereka.
11. Semangat
terus belajar. Guru perlu memberikan teladan dalam semangat untuk terus belajar
dan mengembangkan diri. Dengan terus belajar maka pengetahuannya akan bertambah
dan ini kentara dalam proses pembelajaran membantu anak didik. Guru yang selalu
mengajar sama terus akan dinilai anak didik sebagai tidak pernah belajar lagi.[22]
d. Guru
Sebagai Pemotivasi Belajar
Tantangan yang dihadapi seorang guru
dalam memotivasi murid adalah kurangnya kerja sama murid di dalam kelas. Jika
murid-murid di motivasi dengan nilai-nilai, imbalan-imbalan atau
hukuman-hukuman, mereka hanya akan berkonsentrasi dalam pertemuan-pertemuan di
dalam kelas yang sangat minim. Mereka akan melakukan hal-hal yang diperlukan
untuk tes, tetapi mereka akan segera melupakan sebagian besar pelajaran yang
telah mereka pelajari.
Ada beberapa strategi guru dalam memotivasi belajar
muridnya, yaitu:
1. Menjelaskan
tujuan belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar terlebih
dahulu seorang guru menjelaskan mengenai tujuan instruksional khusus yang akan
dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi
dalam belajar.
2. Berikan
hadiah untuk murid yang berprestasi
Hal ini akan memacu semangat mereka
untuk bisa belajar lebih giat lagi. Disamping itu, murid yang belum berprestasi
akan termotivasi untuk bisa mengejar murid yang berprestasi.
3. Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di
antara muridnya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki
hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian
Sudah sepantasnya murid yang berprestasi
untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat
membangun.
5. Hukuman
Hukuman yang diberikan kepada murid yang
berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan
harapan agar murid tersebut mau mengubah diri dan berusaha memacu motivasi
belajar.
6. Membangkitkan
dorongan kepada anak didik utnuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan
perhatian maksimal ke peserta didik.
7. Membentuk
kebiasaan belajar yang baik
8. Membantu
kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok
9. Menggunakan
metode yang bervariasi
10. Menggunakan
media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.[23]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Saat ini peran guru
masih sangat penting, walaupun di tengah arus kemajuan ilmu dan teknologi yang
kian pesat seperti laju informasi yang bisa langsung diterima bukan dari guru,
namun dari alat-alat canggih seperti televise, radio, dan lain-lain. Dalam menyikapi
hal ini guru dituntut dapat memerankan perannya sesuai dengan kebutuhan ataupun
tuntutan masyarakat.
Dalam melaksanakan
tugasnya, seorang guru memunyai tanggung jawab yang utama. Mengajar merupakan
suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa-siswa
sangat tergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya.
Masalah utama pekerjaan profesi adalah implikasi dan konskuensi pekeerjaan tersebut
terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Tugas dan peran guru
tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan pada hakikatnya tugas guru
merupakan komponen strategis yang memiliki peran yang penting dalam menentukan
gerak maju kehidupan bangsa. Keberadaan guru merupakan faktor yang penting
dalam suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh yang lain.
B.
Saran
Dari penjelasan di atas mengenai etika keguruan, penulis
dapat memberi masukan sekaligus saran yang Insya Allah dapat membangun lembaga
pendidikan, terutama seorang guru agar
lebih mampu mengemban tugas-tugasnya sebagai seorang pendidik. Untuk menjadi
seorang pendidik/guru yang baik haruslah memiliki kemampuan sekaligus etika
agar dalam proses belajar mengajar terlaksana sesuai dengan tujuan daripada
pendidikan itu sendiri. Selain itu juga tugas guru adalah menjadi penyalur
pengetahuan atau isi pelajaran kepada peserta didik. Seperti yang kita ketahui
bahwa seorang guru itu mempunyai kewajiban yang harus dilakukan, yaitu mendidik
peserta didik kejalan yang benar agar tidak terjadi penyimpangan dalam
kehidupan kesehariannya. Kita sering mendengar istilah guru “digugu dan
ditiru”. Disini sudah jelas apabila guru menyampaikan pelajaran dan pengajaran
dengan baik, otomatis hasilnya pun akan baik juga dan harus di mulai dari diri
seorang guru itu terlebih dahulu. Terlebih kita sebagai calon guru Pendidikan
Agama Islam harus mampu berperan sebagai pendidik, pengajar, motivator,
informator sekaligus penunjuk jalan yang lurus untuk peserta didik kita
nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. 2004. Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Bafadal, Ibrahim. 2006. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah
Dasar, Cet. 7. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Beekum, Rafik Issa. 2004. Etika Bisnis Islami. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Bertens, K. 2004. Etika. Jakarta: Gramedia Jakarta.
Effendi, Onong Uchjana. 1992. Hubungan Masyarakat: Suatu Hubungan
Komunikologis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hawi, Akmal. 2008. Kompetensi Guru PAI. Palembang: Tim Iain Raden Fatah Press.
Lubis, Suhrawardi K. 1994. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar
Grafika.
Rifa’I, Veithzal, Dan Sylviana Murni.
2009. Education Management. Jakarta:
Rajawali Pers.
Rohani, Ahmad. 2010. Pengelolaan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Suparno, Paul. 2003. Guru Demokratis Di Era Reformasi. Jakarta:
Pt Grasindo.
Supeno, Hadi. 1995. Potret Guru. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Http://Balqininasution.Blogspot.Com/2010/05/Etika-Seorang-Guru.Html,
Di Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Etika,
Di Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Guru, Di Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
Http://Jhohandewangga.Wordpress.Com/2012/02/24/Pengertian-Etika/,
Di Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
Http://Laraasih.Com/Pendidikan/Etika-Berpakaian-Seorang-Guru.Lala,
Di Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013
Http://Rinyyunita.Wordpress.Com/2008/04/09/Etika-Berbicara/,
Di Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
Http://Smpn232jkt.Blogspot.Com/2012/11/Etika-Pergaulan.Html,
Di Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
[1] Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pai, (Palembang: Tim
Iain Raden Fatah Press, 2008), Hal. 61.
[2] Ibid,.
[4] Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2004), Hlm. 3.
[5] Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar
Grafika, 1994), Hlm. 1.
[6] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2004), Hlm. 354.
[7] Onong Uchjana
Effendy, Hubungan Masyarakat: Suatu
Hubungan Komunikologis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), Hlm. 164.
[8] K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Jakarta,
2004), Hlm. 6.
[9] Ibid., Hlm. 15-19.
[10] Http://Jhohandewangga.Wordpress.Com/2012/02/24/Pengertian-Etika/, Di
Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
[11] Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1995), Hlm. 26.
[13] Http://Laraasih.Com/Pendidikan/Etika-Berpakaian-Seorang-Guru.Lala, Di
Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013
[14] Http://Rinyyunita.Wordpress.Com/2008/04/09/Etika-Berbicara/, Di
Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
[15] Http://Balqininasution.Blogspot.Com/2010/05/Etika-Seorang-Guru.Html, Di
Akses Pada Tanggal 3 Juli 2013.
[16] Http://Smpn232jkt.Blogspot.Com/2012/11/Etika-Pergaulan.Html, Di Akses Pada
Tanggal 3 Juli 2013.
[17] Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah
Dasar, Cet. 7 (Jakarta: Pt Bumi Aksara, 2006), Hlm. 88.
[18] Akmal Hawi, Op. Cit, Hlm. 52.
[19] Ahmad Rohani, Pengelolaan Pembelajaran, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), Hlm. 7.
[20] Akmal Hawi, Op. Cit, Hlm. 57.
[21] Paul Suparno, Guru Demokratis Di Era Reformasi, (Jakarta:Pt
Grasindo, 2003), Hlm. 27.
[22] Paul Suparno, Ibid, Hlm. 66-69.
[23] Veithzal Rifa’i Dan
Sylviana Murni, Education Management, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), Hlm.. 731.