Sabtu, 28 Mei 2016

SOSIOLOGI PENDIDIKAN: KUALITAS PAI DI SEKOLAH DAN PEMBENTUKAN GENERASI DI DALAM MASYARAKAT



PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Anak-anak didik merupakan aset mutiara yang sangat berarti dan sangat penting untuk selalu di jaga. Melalui anak-anak didik inilah kita memberikan tongkat estafet kehidupan di masa yang akan datang. Akan tetapi perlu kita mengerti, bahwa ketika anak-anak sebagai calon generasi penerus tidak lagi mengenal diri, ketika mereka tidak lagi tahu jalan menuju sebuah gerbang masa depan, maka ketika itu pula sebuah krisis akan dan tengah terjadi.
Mungkin dari sini akan muncul sebuah pertanyaan yang sangat penting untuk kita pelajari dan segera kita jawab kalau kita ingin mencetak generasi-generasi muda yang berkualitas. Dengan terbentuknya generasi-generasi muda yang berkualitas dan berkarakter. Kita berharap apa yang kita investasikan kepada anak-anak didik agar mereka bisa menjadi harapan bangsa. Tidak lah salah kalau kemudian dikatakan, kita harus menyentuh nuraninya sejak dini, kita bimbing mereka agar tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia dan berkualitas. Hal ini bisa dilakukan dengan pendidikan sepanjang hayat, dimulai semenjak lahir-bahkan sebelum lahir-sampai akhir usia.
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin  jasmani  dan  rohani  kearah  kedewasaan.  Atau bisa diartikan,  pendidikan merupakan sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru atau orang tua) kepada anak-anak didik agar menjadi dewasa dalam segala hal. Misalnya, guru memberikan bimbingan kepada anak-anak didiknya untuk aktif mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, dan budi pekerti mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dari pengertian pendidikan yang tersebut di atas, bisa memberikan pemahaman terhadap kita, bahwa pendidikan itu merupakan sebuah media transfer ilmu yang  bisa memberikan warna tertentu bagi objeknya (anak didik). Jadi sangat lah vital sebagai seorang pendidik dalam perannya membentuk dan memberi warna karakter anak didiknya.
Oleh sebab itu, untuk merealisasikan pembentukan karakter yang baik untuk anak-anak didik. Maka, tugas sebagai seorang Guru Agama Islam dituntut bukan hanya bertanggung jawab memberikan materi kepada para peserta didiknya saja dan kemudian selesai. Akan tetapi, sebagai seorang guru harus bisa memberikan tauladan yang baik untuk ditiru dan di pahami oleh peserta didiknya. Tauladan guru pendidikan agama Islam, tidak hanya bisa tercermin disaat guru mengajarkan materi di kelas saja. Akan tetapi seorang guru harus bisa memberikan contoh yang baik di dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai, guru pendidikan agama Islam hanya selalu memberikan nasehat yang baik tentang agama, akan tetapi guru tersebut tidak bisa memberikan tauladan yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, sesungguhnya peserta didik itu akan bisa berubah menjadi yang lebih baik karena meraka melihat contoh yang baik. Maka, disinilah peran penting seorang guru pendidikan agama Islam dalam upaya membentuk karakter anak-anak didiknya.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan berasal dari kata “didik” yang berarti melatih atau mengajar. Sedangkan menurut istilah, pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Agama berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tidak kacau atau teratur. Agama dapat membebaskan manusia dan kekacauan yang dihadapi dalam hidupnya bahkan menjelang matinya. Menurut terminologi agama adalah suatu tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan yang Agung.
Islam berasal dari bahasa Arab berarti selamat, sentosa. Sedangkan secara umum adalah agama yang disyari’atkan oleh Allah dengan perantaraan para Nabi dan Rasul-Nya, yang mengandung perintah-perintah, larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan diakhirat.
Menurut ahli pendidikan Islam, mereka berpendapat bahwa pendidikan agama Islam adalah sebagai proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukannya, tugas dan fungsinya di dunia dengan selalu memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa (termasuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah ilmu yang membahas pokok-pokok keimanan kepada Allah, cara beribadah kepada-Nya, dan mengatur hubungan baik sesama manusia, serta makhluk lainnya berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

B.     Kualitas Pendidikan Agama Islam Di Sekolah
Ada beberapa penelitian tentang problematika PAI (Pendidikan Agama Islam) di sekolah selama ini, salah satu hasilnya adalah masih lemahnya kualitas pendidik atau guru agama Islam disekolah. Guru-guru PAI belum mampu menghadirkan mata pelajaran agama Islam disekolah sebagai mata pelajaran yang menarik. Inilah yang kemudian menjadikan siswa disekolah cenderung tidak senang dan merasa jenuh dengan mata pelajaran PAI. Mereka lebih senang dengan mata pelajaran lain yang dianggapnya lebih menarik untuk dipelajari dan dipahami. PAI di sekolah menjadi mata pelajaran yang menjenuhkan. "seharusnya Guru PAI bisa meyakinkan siswa bahwa PAI itu bukan hanya wajib untuk dipelajari akan tetapi menjadi kebutuhannya sebagai umat Islam dan juga bisa menyajikannya dengan menarik" papar Amin Haedari, Direktur Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendis Kemenag, dalam acara Workshop Pengembangan Kompetensi Guru PAI.
Dengan masih lemahnya kualitas guru agama Islam yang kemudian membuat siswa jenuh bahkan cenderung "acuh" dengan mata pelajaran PAI disekolah, maka diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan kepada para guru PAI agar mampu menyajikan PAI di sekolah dengan menarik. Selain itu guru PAI juga harus paham bahwa tugas mereka adalah tugas yang sangat mulia sehingga mau bekerja keras untuk mencerdaskan pikiran, hati dan jiwa generasi bangsa yang nantinya menghasilkan manusia-manusia yang mau menjalankan nilai-nilai agama Islam dan berakhlak mulia sesuai dengan fungsi utama pendidikan agama di sekolah yakni memberikan landasan yang mampu menggugah kesadaran dan mendorong peserta didik melakukan perbuatan yang mendukung pembentukan pribadi beragama yang kuat.
Dari permasalahan di atas, maka dapat diberikan beberapa solusi dari pihak-pihak terkait agar PAI di sekolah dapat menjadi pelajaran yang menarik minat para siswa untuk mempelajarinya. 1) Guru agama harus mampu berkomunikasi kepada guru mata pelajaran lain agar dapat bersama-sama menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada siswa. 2)  kepala sekolah. Guru agama harus bisa meyakinkan kepala sekolah akan pentingnya PAI dalam pembentukan karakter anak. 3)  masalah siswa. Guru agama Islam harus mampu meyakinkan kepada siswa bahwa PAI adalah mata pelajaran yang penting dan juga mampu penyampaian PAI dengan cara yang menarik dalam proses belajar mengajaranya. Dan, 4) masalah orang tua murid. Guru harus mampu berkomunikasi dan juga menjalin kerjasama dengan orang tua murid dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam.
Guru agama Islam diharapkan mampu menyelesaikan persoalan tersebut dan juga dibutuhkan kreatifitas seorang guru. Tanpa itu, menurut Amin, guru PAI tidak akan mampu menjawab persoalan yang dihadapinya. Kreatifitas Guru PAI menjadi sebuah keniscayaan " Guru PAI yang kreatif ketika mendapatkan hambatan akan mencari solusi sebaik mungkin, seperti air yang mencari celah" imbuhnya Guru yang kreatif adalah mereka yang selalu berpikir dan membuat yang berbeda dari hari-kehari. Ia selalu berproses (becoming atau menjadi) untuk sampai pada kesempurnaan. "Maka guru yang kreatif adalah anti kemapanan" katanya Sejalan dengan Amin, Nifasri Muh Nir, PAI diharapkan menjadi benteng bagi anak di sekolah. Ia ada dan (diangap) sangat penting posisinya dalam upaya pembentukan generasi yang shaleh namun kenyataannya masih kurang perhatian kepadanya.
Kontradiksi PAI ini tidak dilihat secara objektif oleh masyarakat sehingga ketika terjadi persoalan seperti meningkatnya tindak kekerasan yang melibatkan pelajar, menurunnya rasa tanggungjawab anak-anak dan remaja, membuadayanya nilai materialisme dikalangan pelajar semuanya (akibat) kegagalan pendidikaan agama Islam disekolah.
Agar PAI di sekolah berjalan dengan optimal perlu adanya pembentukan karakter pada anak. Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang menjadi kepribadian khusus sebagai pendorong dan penggerak serta membedakannya dengan yang lain.
Dalam upaya mendidik karakter anak, harus disesuaikan menurut dunia anak tersebut. Yakni selalu selaras dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Pembentukan karakter diklasifikasikan dalam 5 tahapan yang berurutan dan sesuai usia sebagai berikut.
1.      Tahap pertama adalah membentuk adab, antara usia 5 sampai 6 tahun. Tahapan ini meliputi jujur, mengenal antara yang benar dan yang salah, mengenal mana yang baik dan yang buruk, serta mengenal mana yang diperintahkan.
2.      Tahap kedua adalah melatih tanggung jawab diri, antara usia 7 sampai 8 tahun. Tahapan ini meliputi perintah menjalankan kewajiban shalat, melatih melakukan hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi secara mandiri, serta dididik untuk selalu tertib dan disiplin sebagaimana yang telah tercermin dalam pelaksanaan sholat mereka.
3.      Tahap ketiga adalah membentuk sikap kepedulian, antara usia 9 sampai 10 tahun. Tahapan ini meliputi diajarkan untuk peduli terhadap orang lain terutama teman-teman sebaya, dididik untuk menghargai dan menghormati hak orang lain, mampu bekerjasama, serta mau membantu orang lain.
4.      Tahap keempat adalah membentuk kemandirian, antara usia 11 sampai 12 tahun. Tahapan ini melatih menerima resiko sebagai bentuk konsekuensi bila tidak mematuhi perintah, dididik untuk membedakan yang baik dan yang buruk.
5.      Tahap kelima adalah membentuk sikap bermasyarakat, pada usia 13 tahun ke atas. Tahapan ini melatih kesiapan bergaul di masyarakat berbekal pada pengalaman sebelumnya. Bila mampu dilaksanakan dengan baik, maka pada usia yang selanjutnya hanya diperlukan penyempurnaan dan pengembangan secukupnya.
Pendidikan agama Islam sejak dini akan sangat efektif dalam segi edukatifnya untuk mempengaruhi pembentukan karakter anak yang baik. Ini karena di dalam sebuah ruang lingkup keluarga dibutuhkan keharmonisan dan keseimbangan antar anggotanya. Peran pribadi seseorang yang lebih tua diharapkan mampu memberikan pelajaran kepada yang lebih muda sesuai dengan porsinya sehingga dapat membawa angin perubahan menuju sesuatu yang positif.
Dipandang dari segi keterkaitannya, pembentukan karakter dasar seorang anak sejak dini tentu sangat erat hubungannya dengan apa yang diajarkan dalam sisi edukatif pendidikan agama Islam. Telah begitu banyak bukti dan realita yang benar-benar membuktikan secara nyata bahwasannya pembelajaran pendidikan agama Islam berperan besar dan mayoritas mampu mengantarkan tiap individu agamis menghadapi kesulitan dan problematika yang ada dengan sikap arif dan bijaksana.

C.    Pembentukan Generasi Di Dalam Masyarakat
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dan sebagainya. Manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat.
Masyarakat bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata, melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinya sendiri. Masyarakat merupakan gejala (fenomena) sosial yang ada dalam kehidupan ini diseluruh dunia. Oleh karena itu masyarakat oleh sosiologi dijadikan sebagai objek kajian atau suatu hal yang dipelajari terus-menerus. Karena sifat dari masyarakat itu sangat kompleks, banyak para ahli yang menjelaskan masyarakat dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Menurut Mac Iver dan Page, masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial, dan selalu berubah. Koentjaraningrat mendefinisikan masyarakat adalah kesatuan hidup mahluk-mahluk menusia yang terikat oleh suatu sistem adat istiadat tertentu. Definisi mengenai masyarakat secara khusus dapat kita rumuskan sebagai berikut: Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Ada beberapa ciri khas kehidupan masyarakat kolektif, yaitu: (1) pembagian kerja yang tetap antara berbagai macam sub-kesatuan atau golongan individu dalam kolektif untuk melaksanakan berbagai macam fungsi hidup; (2) ketergantungan individu kepada individu lain dalam kolektif sebagai akibat dari pembagian kerja; (3) kerjasama antar-individu yang disebabkan karena sifat ketergantungan; (4) komunikasi antar individu yang diperlukan guna melaksanakan kerjasama; (5) diskriminasi yang diadakan antara individu-individu warga kolektif dan individu-individu dari luar.
Masyarakat sebagai kontrol sosial harus mampu memberikan contoh dan pegangan bagi anak muda yang lemah dalam pengetahuan agama, sosial dan sebagainya. Dan seandainya melihat orang lain melakukan kemungkaran maka hendaknya ia menegurnya.
Didalam pendidikan, masyarakat harus ikut serta dalam mencerdaskan generasi selanjutnya, baik melalui pendidikan di mushalla, penyelenggaraan ceramah atau membangun lembaga sekolah masyarakat. Sekolah masyarakat bisa didirikan berangkat dari asumsi bahwa masyarakat sebagai dasar dari pendidikan dan masyarakat sebagai pendidik (educative agent). Sifat sekolah masyarakat adalah: 1. Mengajarkan anak-anak untuk dapat mengembangkan dan menggunakan sumeber-sumber dari keadaan setempat. 2. Sekolah ini melayani keseluruhan masyarakat, tidak hanya anak-anak. Sehingga nantinya sesuatu yang tidak ada di sekolah formal masyarakat mampu menjelaskannya.
Pendidikan Islam adalah pendidikan kemanusiaan yang berdiri di atas persaudaraan seiman (tidak ada beda antara orang Arab atau orang ‘Ajam kecuali karena taqwa). Pendidikan Islam adalah pendidikan universal yang diperuntukkan kepada umat manusia seluruhnya.
Pendidikan Islam menginginkan adanya egalitereanisme baik dalam penyelenggaraannya, proses pembelajaran ataupun didalam menerima peserta didik. Didalam pendidkan Islam semua peserta didik sama kedudukannya kecuali taqwa disisi Allah. Masyarakat sebagai kelompok sosial harus mampu menjadi kontrol penyelenggaraan pendidikan di lembaga sekolah. Pendidikan menjadi identitas yang seakan tidak berdiri sendiri. Ia senantiasa berkelindan dan berdialektika dengan dengan konteks sosial masyarakat dan negara. Standar keberhasilan juga tidak akan pernah lepas dari kontribusi kongkrit pendidikan terhadap proyek kebudayaan dan perhelatan akbar sebuah peradaban.
Tidak heran apabila Ahmad Tafsir mengatakan bahwa sekolah adalah miniatur masyarakat atau masyarakat dalam bentuk mini. Jika orang ingin meneropong masyarakat teroponglah sekolahnya. Bila sekolah penuh disiplin, maka masyarakatnya tak jauh beda, dan jika sekolah penuh dengan penipuan, maka penipuan itu juga terjadi dalam masyarakat. Lembaga pendidikan dalam kontek ini seakan menjadi cermin dari sebuah kehidupan masyarakat. Ketika sekolah sudah acuh dengan orang miskin, kaum difabel, maka dapat disimpulkan masyarakatnya pun lebih parah.
Akan tetapi pendidikan Islam menginginkan masyarakat menjadi kontrol terhap penyelenggaraan pendidikan, apakah yang dipraktikkan di sekolah masih sesuai dengan ajaran Islam, jiwa kemanusiaan, dan konsep Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur.

 
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas PAI di sekolah masih belum optimal dilaksanakan. Ini dikarenakan masih lemahnya kualitas pendidik atau guru agama Islam disekolah. Guru-guru PAI belum mampu menghadirkan mata pelajaran agama Islam disekolah sebagai mata pelajaran yang menarik. Inilah yang kemudian menjadikan siswa disekolah cenderung tidak senang dan merasa jenuh dengan mata pelajaran PAI. Mereka lebih senang dengan mata pelajaran lain yang dianggapnya lebih menarik untuk dipelajari dan dipahami.


DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah. 2011. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, Dan Pendidik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Jumat, 27 Mei 2016

Invasi Mongol



Invasi Mongol
A.    Latar Belakang Bangsa Mongol
Bangsa Mongol berada di wilayah pegunungan Mongolia, berbatasan dengan Cina di Selatan, Turkestan di Barat, Manchuria di Timur, dan Siberia di sebelah Utara. Asal mula bangsa mongol adalah dari masyatakat hutan yang mendiami Siberia dan mongol luar di sekitar danau pegunungan altani tepatnya dibagian barat laut cina. Kebanyakan dari mereka mendiami padang stepa yang membentang di antara pegunungan Ural sampai pegunungan Altai di Asia Tengah, dan mendiami hutan Siberia dan Mongol di sekitar Danau Baikal. Mereka sangat patuh dan taat pada pimpinannya dalam satu bingkai agama Syamaniyah, yaitu kepercayaan yang menyembah bintang-bintang dan matahari terbit.
Dalam rentang waktu yang relatif panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana. Mereka mendirikan perkemahan dan berpindah dari satu tempat ketempat lain, menggembala kambing, dan berburu. Mereka hidup dari hasil perdagangan tradisional. Kesehariannya, sebagaimana dipredikatkan pada sifat nomad, mereka mempunyai sifat kasar, suka berperang, dan berani mati dalam mewujudkan keinginan dan ambisi politiknya. Namun, mereka sangat patuh dan taat pada pimpinannya dalam satu bingkai agama Syamaniyah.
Namun demikian, ada satu pendapat yang mengatakan bahwa bangsa Mongol bukanlah suku nomad sebagamana dimaksud, tetapi satu bangsa yang memiliki ketangkasan berkuda yang mampu menaklukkan stepa ke stepa, akibatnya kehidupan. mereka berpindah-pindah mengikuti wilayah taklukannya dibawah kepemimpinan seorang Khan. Khan yang pertama dari bangsa Mongol itu adalah Yesugey, ayah Chinggis atau Jengis. Jengis aslinya bernama temujin, seorang pandai besi yang mencuat namanya karena perselisihan yang dimenangkannya melawan orang khan atau togril, seorang kepala suku kereyt. Jengis adalah gelar bagi temujin yang diberikan kepadanya oleh sidang kepala-kepala suku mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206 M, yang artinya penguasa alam semesta. Perlu diketahui juga bahwa bangsa mongol adalah bangsa pemberani dan tegar dalam berperang.
Runtut etniknya berasal dari nenek moyang yang bernama Alanja Khan yang dikaruniai dua orang putera kembar yaitu Tartar dan Mongol. Dari kedua putera ini melahirkan dua keturunan bangsa, yaitu Mongol dan Tartar.

B.     Serangan-Serangan Mongol
Sesungguhnya invasi pasukan mongol terhadap wilayah-wilayah Islam adalah tragedi besar yang tidak ada tandinggannya sebelum ini dan sesudahnya. Kendati sebelumnya didahului perang dunia, sesungguhnya perang salib tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan invasi pasukan mongol. Betapapun banyaknya jumlah korban perang dari kaum muslimin pada keseluruhan perang salib, sesungguhnya itu masih relative kecil jika dibandingkan dengan jumlah korban perang dari kalangan kaum muslimin pada satu perang diantara sekian banyaknya perang yang dilancarkan pasukan mongol secara brutal dan sadis tersebut. Kaum muslimin mengalami kerugian yang tidak terhitung akibat kolonialisme modern, namun penghancuran oleh pasukan mongol terhadap satu kota saja, bagdad misalnya.
Barangkali manusia tidak pernah melihat pembantaian, pembunuhan dan penghancuran yang sadis dan kejam dalam sejarahnya. Bangsa mongol tersebut tidak menyisakan seorang pun. Tidak ada pengecualian antara laki-laki, wanita dan anak-anak. Mereka belah perut wanita-wanita hamil kemudian membunuh bayi-bayinya.
Invasi pasukan mongol berimbas pada perubahan sosial, moralitas dan politik terhadap negeri-negeri Islam. Sebagaimana invasi pasukan mongol mengakibatkan dampak negatif dalam masyarakat Islam, disamping itu juga mengakibatkan dampak positif bagi umat Islam, yaitu membangun perasaan kaum muslimin terhadap pentingnya persatuan dan membuang jauh-jauh perpecahan.
Jikalau ditelusuri historisnya, umat Islam pada waktu itu tersebar dimana-mana dari Jazirah Arab sampai Eropa dibawah naungan negara-negara Islamiyah, yang sudah barang tentu sistem pemerintahannya sudah mulai mendekati ideal, disamping itu pula, peradaban dan ilmu pengetahuan mulai berkembang pesat, ini menandakan bahwa pada waktu itu ilmuan dan cendikiawan muslim mulai banyak, seperti Ibnu Taimiah. Akan teetapi ironis sekali bila mana Negara Islam tatkala itu dikikis habis oleh Negara Mongol, bagaikan debu yang ada diatas debu yang licin dan diterpa angin yang kencang.

C.    Invasi-Invasi Mongol
Wilayah kultur Arab menjadi jajahan Mongol setelah Bagdad ditaklukkan oleh Hulagu Khan, 1258 M. Ia membentuk kerajaan II Khaniyah yang berpusat di Tabris dan Maragha. Ia dipercaya oleh saudaranya, Mongke Khan untuk mengembalikan wilayah-wilayah mongol di Asia Barat yang telah lepas dari kekuasaan mongol setelah kematian Jengis. Ia berangkat dengan disertai pasukan yang besar untuk manunaikan tugas itu tahun 1253 M dari Mongolia. Atas kepercayaan saudaranya itu Hulagu Khan dapat menguasai wilayah yang luas seperti Persia, Irak, Caucasus dan Asia Kecil sebelum menundukkan Bagdad, ia telah menguasai pusat gerakan Syi'ah Isma'iliyah di Persia utara, tahun 1256 M. Jatuhnya ibu kota abbasiyah yang didirikan oleh khalifah kedua, al-Mansyur.
Pada awal tahun 656 H/ 1258 M, Hulagu Khan mengirimkan pasukan ke Bagdad, kemudian pada tanggal 12 Muharram pada tahun yang sama, pasukan yang berkekuatan dua ratus ribu personel dan dipimpin langsung oleh Hulagu Khan tiba di Bagdad. Mereka mengepung Bagdad dari dua arah, barat dan timur, pada akhirnya diadakan perjanjian antara Hulagu dan Mu'tashim. Mu'tashim dikawal tujuh ratus dari kalangan hakim dan fuqoha', orang-orang sufi dan pejabat Negara. Pada akhirnya mereka semua di bunuh oleh Hulagu Khan tidak tersisa sama sekali, hal ini atas permintaan Ibnu al-Qami' dan Nashiruddin at-Thutsi. Demikian juga membunuh sebagian besar keluarga khalifah dan penduduk yang tak bedosa. Akibat pembunuhan dan perusakan kota itu timbullah wabah penyakit lantaran mayat-mayat yang bergelimpangan belum sempat di kebumikan. Hulagu menguasai wilayah lebih luas lagi hingga ke Syiria utara seperti kota Aleppo , Hama dan Harim.
Selanjutnya ia ingin merebut mesir, tetapi malang, pasukan mamluk rupanya lebih kuat dan lebih cerdik sehingga pasukan mongol dapat dipukul di ‘Ain Jalut, Palestina, tahun 1260 M sehingga mengurungkan niatnya melangkahi mesir. Ia sangat tertarik pada bangunan dan arsitektur yang indah dan filsafat.
Hulagu yang memerintah hingga tahun 1265 M digantikan oleh anaknya, Abaqa, 1265-1282 M. Ia sangat menaruh perhatian kepada umat Kristen karena pengaruh janda ayahnya yang beragama Kristen Neustorian, yakni Doqus Khatun. Orang-orang Mongol II Khaniyah ini bersekutu dengan orang-orang salib, penguasa Kristen Eropa, Armenia Cilicia untuk melawan mamluk dan keturunan-keturunan saudaranya sendiri dari dinasti horde keemasan (golden horde) yang telah bersekutu dengan mamluk, penguasa muslim yang berpusat di mesir. Dinasti II-Khaniyah lama kelamaan renggang hubungannya dengan saudara-saudaranya di timur, terutama setelah meninggalnya Qubulay Khan tahun 1294 M. Bahkan mereka yang menguasai barat sampai Bagdad itu karena tekanan kultur Persia yang Islam, berbondong-bondong memeluk agama Islam seperti Ghazan Khan dan keturunannya.
Penguasa II-Khaniyah terakhir ialah abu sa'id. Ia berdamai dengan mamluk tahun 1323 M, yang mengakhiri permusuhan kedua kekuasaan itu untuk merebut Syiria. Perselisihan dalam tubuh II khaniyah sendiri menyebabkan terpecahnya kerajaan menjadi dinasti-dinasti kecil yang bersifat lokal. Mereka hanya dapat dipersatukan kembali pada masa Timur Lenk yang berbentuk Dinasti Timurriyah yang berpusat di Samarkand. Sebagian wilayah II-Khaniyah yang berada di kawasan kebudayaan Arab seperti Iraq, Kurdistan dan Azerbaijan, diwarisi oleh Dinasti Jalayiriyah. Jalayiriyah adalah suku mongol yang mengikuti Hulagu ketika menaklukkan negeri-negeri Islam. Dinasti ini didirikan oleh Hasan Kuchuk dari Dinasti Chupaniya, musuh bebuyutannya yang memerintah sebagai gubernur di Anatolia di bawah Sultan Abu Sa'id, penguasa terakhir dinasti II Khaniyah, dan memusatkan kekuatannya di Bagdad. Dimasa Uways, pengganti Hasan Agung, Jalaliriyyah baru memiliki kedaulatan secara penuh. Ia dapat menundukkan Azerbaizan, namun mendapat perlawanan dari Dinasti Muzaffariyah dan Khan-Khan Horde Keemasan. Mereka akhirnya dikalahkan oleh Qara Qoyunlu.
Dari sini dapat dilihat, bahwa kultur Islam yang ada dikawasan budaya arab seperti iraq dan syiria serta sebagian Persia sebelah barat, walaupun secara politis dapat ditaklukkan oleh mongol, tetapi akhirnya mongol sendiri terserap kedalam budaya islam. Dapatkah kiranya disimpulkan bahwa akar budaya islam dikawasan budaya arab di pemerintahan bukan hanya dynasti berbangsa arab saja tetapi siapa yang kuat akan memerintah wilayah tersebut. Dinasti-dinasti silih berganti menguasai wilayah itu dan yang langgeng ialah kekuasaan dari bangsa arab sendiri, baik pada masa klasik maupun masa modern ini.

D.    Cirri-Ciri Masa Mongol
a.       Berpindahnya Pusat Ilmu
Kegiatan ilmu pada masa Abasiyah berpusat di kota-kota Baghdad, Bukhara, Naisabur, Ray, Cordova, sevilla, Ketika kota-kota tersebut hancur maka kegiatan ilmu berpindah ke kota-kota Kairo, Iskandar, Usyuth, faiyun, damaskus, Hims, Halab, dan lain-lain kota di kota Mesir dan di Syam.

b.      Tumbuhnya Ilmu-Ilmu Baru
Dalam masa ini mulai datang ilmu Umron (Sosiologi) dan filsafat Tarikh (Philosophy of history) dengan munculnya Muqaddimah Ibn Khaldun sebagai kitab pertama dalam bidang ini. Juga mulai di sempurnakan penyusunan ilmu politik, ilmu tata usaha, ilmu peperangan, ilmu kritik sejarah.

c.       Kurangnya Kutubul khanah
Dalam zaman ini banyak perpustakaan besar yang musnah bersama segala kitabnya karena terbakar atau tenggelam di tengah-tengah suasana yang kacau waktu penaklukan Mongol di Timur dan penyerangan Spanyol di Barat. Atau pemusnahan kitab-kitab dan perpustakaan sebagai akibat terjadinya pertentangan sengit antara Firqah-firqah agama. Atau karena menjadi rusaknya dan mengaburnya tinta akibat lapuk dimakan usia.

d.      Banyaknya Sekolah dan Mausu’at
Dalam masa ini sekolah-sekolah yang teratur tumbuh subur, terutama Mesir dan Syam, dan yang menjadi pusatnya adalah Kairo dan Damaskus. Pembangun sekolah pertama adalah Sultan Nurudin Zanky yang kemudian diikuti oleh para raja dan sultan sesudahnya. Berdirilah berbagai corak sekolah baik karena perbedaan madzhab atau pun karena kekhususan ilmu. Ada sekolah untuk ilmu Tafsir dan Hadits, dan sekolah untuk Fiqh berbagai madzhab, ada sekolah untuk ilmu Thib dan Filsafat, ada sekolah untuk ilmu Riyad-Hiya’at ( ilmu pasti, ilmu musik dan ilmu eksakta lainnya). Dari sekolah ini keluarlah para ulama dan sarjana yang jumlahnya cukup banyak. Keadaan di Mesir pun demikian juga, bahkan Jami’ah Al-Azhar Kairo menjadi bintangnya segala sekolah, tidak saja yang usianya yang lebih tua tetapi yang terutama karena mutu ilmu yang tinggi. Kecuali banyaknya sekolah, zaman ini istimewa dengan lahirnya Mausu’at dan Majmu’at (buku kumpulan berbagai ilmu dan masalah, kira-kira seperti Encyclopedia).

e.       Penyelewengan Ilmu
Dalam zaman ini umat Islam dan kaum terpelajar banyak yang melarikan diri kedunia pembahasan agama, apalagi ketika persatuan politik tidak ada lagi dan sultan-sultannya tidak memperhatikan perkembangan dan kemurnian agama, umat islam makin tenggelam kepada pembahasan bidang agama saja, bahkan lama-kelamaan jatuh ke lembah mistik dan khurofat. Hal ini mungkin karena kebanyakan manusia telah di hinggapi rasa takut sehingga mereka mengungsi ke dunia agama dan mistik untuk menghibur diri. Dalam masa ini berbagai ilmu mereka pergunakan untuk mengkhidmati agama saja atau mistik dan khurofat. Misalnya ilmu Falak hanya untuk menetapkan waktu sholat, sementara ilmu Bintang untuk meramal.

f.       Kondisi Keagamaan
Penguasa Mongol atas daulah Islam hampir memusnahkan unsur Arab dan bahasanya, selama peperangan maka ratalah kota dan daerah yang dikuasai. Mereka bunuh penduduknya, mereka rampas hartanya, mereka runtuhkan gedung-gedungnya mereka bakar Kutubul Khanahnya, maka musnahlah perbendaharaan kebudayaannya. Namun suatu hal yang luar biasa bahwa Jenghis Khan yang meruntuhkan semua itu, diantara keturunannya ada yang bangun menjadi pemelihara dan pembangun kembali agama dan kebudayaan Islam.
Timur lenk, salah satu keturunan Jenghis Khan misalnya, pada akhir hayatnya memeluk Islam, berkat usaha sultan Faraj, seorang dari raja Mamluk yang mengutus delegasi dengan pimpinan Ibn Khaldun Bapak Sosiologi Islam yang termashur saat itu. Sementara itu kekejaman Timur Lenk mereda dan ia mengamalkan agama Islam secara tekun serta membelanya dengan semangat sampai wafatnya tahun 1404 M. tidak berbeda keadaannya dengan keturunan Jenghis Khan yang lain Islam menyusupi diri mereka, seperti:
a.       Juchi Khan keturunan dari Jenghis Khan yang menguasai lembah Wolga, Eropa Timur dan Eropa Tengah, menurunkan seorang anak namanya Barka Khan (1256-1266). Barka Khan inilah menurut Arnold dalam The Preaching of Islam, merupakan keturunan Jenghis Khan yang perama-tama masuk Islam. Ia banyak membangun rumah-rumah ibadah dan perguruan-perguruan tinggi Islam pada kota belahan Utara itu. Ia banyak berhubungan surat-menyurat dengan sultan Baibars, seorang raja Mamluk Mesir. Sementara itu, misi Islam dari Mesir banyak berdatangan dan Islam makin tersiar di belahan Utara.
b.      Chagatai Khan putra Jenghis Khan yang menguasai lembah Tarim Turkisan Timur, Sin-hiang, Asia Tengah (Turkistan Barat, Tran-soxiana) menurunkan seorang anak bernama Tagluk Timur Khan (1347-1363 M) yang menjadi sultan Islam pertama dari keturunan Chagatai Khan. Ditangannya kerajaan yang di bentuk moyangnya itu menjadi kesultanan Islam.
c.       Demikian juga keturunannya yang lain yang masuk menguasai India, Akhirnya mendirikan Kerajaan Moghal (1526-1962 ) di India, suatu kesultanan Islam yang banyak berjasa dalam meninggikan Islam.
Kenyataan menunjukkan bahwa bangsa yang ketika masih biadab menghancurkan segala yang dimiliki Islam, ketika ia telah bergaul dan meresapi ketinggian Islam bukannya masyarakat Islam yang musnah tapi mereka yang lambat laun terpengaruh, bahkan menjadi pembela dan penjunjung tinggi Islam.

E.     Sebab-sebab Kemunduran Bangsa Mongol
Kekalahan bangsa Mongol di bawah panglima Kitbugha atas pasukan Mamalik di bawah panglima Qutuz. Panglima tentara Mongol, Kitbugha, mengirim utusan ke Mesir meminta supaya sultan Qutuz yang menjadi raja kerajaan Mamalik untuk menyerah. Permintaan itu di tolak oleh Qutus dan utusan Kitbugha tersebut dibunuhnya. Tindakan Qutuz itu tidak menimbulkan kemarahan oleh di kalangan Mongol. Kitbugha kemudian melintas Jordania menuju Galilei. Pasukan ini bertemu dengan pasukan Mamalik yang di pimpin langsung oleh Qutuz. Pertempuran dahsyat terjadi sehingga pasukan Mamalik berhasil menghancurkan tentara Mongol pada tanggal 3 september 1260 M. Hal inilah yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Mongol di Cina.
Pada saat Mongol diperintah oleh Abu Sa’id (1317-1335 M), terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan akhirnya terpecah belah sepeninggalan abu Sa’id dan masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.